Sabtu 09 Aug 2014 15:30 WIB

Menag: Masalah ISIS Harus Dihadapi Secara Serius

 Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin (tengah), bersama Wamenag Nazaruddin Umar (kanan), dan Ketua MUI Din Syamsuddin saat sidang isbat penentuan 1 Syawal 1435 H di Kementerian Agama, Jakarta, Ahad (27/7).(Republika/ Yasin Habibi)
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin (tengah), bersama Wamenag Nazaruddin Umar (kanan), dan Ketua MUI Din Syamsuddin saat sidang isbat penentuan 1 Syawal 1435 H di Kementerian Agama, Jakarta, Ahad (27/7).(Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan fenomena ISIS harus dihadapi secara serius, karena harus diselesaikan secara mendasar dan masalahnya pun kian kompleks karena sudah menyentuh sendi-sendi negara dan agama.

Perlu kebersamaan semua pihak untuk mengatasi persoalan itu. Karena itu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam perlu memiliki pemahaman yang cukup sehingga tidak mudah terprovokasi dengan ideologi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), tegas Lukman Hakim Saifuddin kepada pers setelah membuka pertemuan dengan Ormas Islam tentang fenomena ISIS dan NKRI dan Islam Rahmatan Lil Alamin di Gedung Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin Jakarta, Sabtu.

Dalam pertemuan itu, yang dimulai pada pukul 09.15 WIB, nampak sejumlah pejabat Kemenag, para pimpinan ormas Islam, para ulama, kiai, dan tokoh masyarakat, utusan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Lukman kembali menegaskan pernyataannya bahwa ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila.

Adanya pernyataan ISIS, yang menyebut Pancasila adalah "thoghut" atau berhala, yang harus diperangi, menurut Lukman, sudah kelewat batas. ISIS merupakan organisasi pergerakan yang berpaham radikal. Organisasi itu tidak hanya memerangi Barat dan Eropa, tetapi sesama umat Muslim pun diperangi.

ISIS dalam perjuangannya menggunakan kekerasan. Karena itu umat Islam di Indonesia diminta agar tidak terprovokasi. Bagi masyarakat Indonesia yang mengangkat sumpah dan berjanji setia kepada negara asing atau menjadi bagian dari negara asing bisa mengakibatkan kehilangan status kewarganegaraan.

"Karena itu, saya minta umat Islam di Indonesia untuk mawas diri," pintanya.

Mengingat demikian besar potensi pengaruh ideologi ISIS, lanjut dia, maka diperlukan kewaspadaan dalam menyikapi gerakan ISIS. Itulah sebabnya Menag merasa perlu berkumpul di acara silaturahim untuk mengkaji secara menyeluruh tentang apa itu ISIS dan potensi ancamannya bagi NKRI.

Penyelesaian Global

Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin ketika tampil sebagai pembicara utama secara panjang lebar menjelaskan radikalisme. Bagi dia, ajaran yang dibawa ISIS sebetulnya bukan barang baru. Karena itu ia tak merasa terkejut. "Itu barang baru dengan stok lama," katanya.

Jadi, lanjut dia, penyelesaian radikalisme tak bisa diselesaikan secara terpisah. Namun harus ada rasa keadilan secara global, karena radikalisme itu muncul dipengaruhi oleh internal dari agama bersangkutan dan pengaruh eksternal dari negara lain.

Bisa jadi radikalisme lahir karena pemahaman agama yang tidak utuh, tak mendalam, katanya. Radikalisme juga dipengaruhi oleh negara lain terkait dengan kepentingan geopolitik, ekonomi dan kepentingan lain. Jadi, penyelesaiannya harus menyeluruh, kata Din Syamsuddin. Harus ada rasa keadilan global. Misalnya dalam penyelesaian Palestina dan Israel. Dan diintenal agama bersangkutan pun harus dapat diselesaikan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), misalnya soal Syiah dan Sunni.

Dalam penyesaian itu, kata dia, dunia Islam masih terbelah. Karena itu, harus ada kemauan kuat dari seluruh negara Islam dan organisasi pendukung lainnya.

Din berharap, dunia Islam -- dengan ada kasus ISIS -- bisa merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi. Dan bagi Indonesia, dalam menghadapi fenomena tersebut, harus mengedepankan pandangan Islam moderat. Menampilkan wajah Islam yang "Rahmatan Lil Alamin".

"Kita ini selalu seperti kebakaran jenggot menghadapi ini. Ketika dakwah pun, dengan berbusa-busa, kerap menampilkan rahmatan lil alamin. Sebetulnya, yang penting, harus ada kemauan kuat penyatuan sikap memerangi radikalisme," ia menjelaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement