REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kebijakan pembatasan solar bersubsidi yang diberlakukan pemerintah mulai 1 Agustus 2014 mulai menjadi pemikiran bagi para pengusaha angkutan travel di Kota Bandung. Selaku perusahaan jasa angkutan yang menggunakan bahan bakar utama solar, otomatis hal itu berefek bagi performa pelayanan mereka.
Seperti misalnya PT. Trans Geulis Indonesia yang menyediakan jasa shutttle tour dan travel. Perusahaan itu hanya menggunakan jenis mobil mini bus yang berbahan bakar solar. Deden Amwar, selaku Marketing Manager mengatakan akan melakukan beberapa penyesuaian. Hal itu dilakukan apabila pembatasan merambah ke semua daerah, khususnya di dalam Kota Bandung.
"Kurang lebih akan ada koreksi harga dan pengurangan ritase," ungkapnya, ketika ditemui di kantornya, Jl. Dipatiukur No.57F, Kota Bandung, Rabu (6/8).
Ia menjelaskan ketika ada pembatasan solar bersubsidi maka harus ada penstabilan pembiayaan. Dalam hal ritase, idealnya Travel Geulis dalam sehari melakukan 5-6 kali ritase (rute pulang-pergi). Namun, dengan adanya pembatasan pihaknya jadi akan harus mengurangi hingga 4 ritase. Dampaknya, dari pengurangan satu ritase ini akan berpengaruh pada cost oprasional yang lain.
Ia sendiri belum bisa memperkirakan seberapa jauh pembatasan solar bersubsidi itu dalam kenaikan tarif penumpang. Untuk Travel Geulis sendiri saat ini diakuinya belum begitu cemas karena di wilayah Kota Bandung ketersediaan solar masih normal. Rute angkutannya sendiri masih di dalam kota, yaitu Jatinangor-Dipatiukur.
"Kita memang lewat tol, tapi selama ini kerja samanya dengan SPBU yang tidak di tol. Barangkali jaraknya hanya 47 km, Pasteur-Cileunyi deket, jadi langsung bablas aja," kata dia.
Jika akhirnya pembatasan itu akan diberlakukan di dalam kota, ia akui memang akan mengalami kerugian. Karena untuk pembatasan ritase memang sudah distandarkan demikian. Pihaknya pun justru ingin meningkatkan jumlah ritase, karena permintaan pasar yang sedang meningkat.