REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Langkah pemerintah membatasi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi dinilai tidak tepat. Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Andriansyah mengatakan, kebijakan tersebut tidak saja merugikan para pengusaha angkutan umum, tetapi juga menyengsarakan rakyat kecil.
“Kita tahu, kebanyakan pengguna jasa angkutan umum itu adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Pembatasan solar bersubsidi jelas-jelas bukan kebijakan yang prorakyat,” kata Andriansyah saat dihubungi, Selasa (5/8).
Menurutnya, kebijakan tersebut bakal menyulitkan para penyedia jasa angkutan umum untuk mengoperasikan armada mereka lantaran tidak adanya jaminan ketersediaan solar bersubsidi dari pemerintah. Sementara, jika menggunakan solar nonsubsidi yang harganya lebih mahal, itu akan menyebabkan membengkaknya biaya operasional mereka.
Mau tidak mau, para pengusaha angkutan umum pun ke depannya terpaksa menaikan tarif penumpang untuk menutupi ongkos belanja tersebut. “Kalau sudah begitu, yang menderita nantinya adalah masyarakat pengguna jasa angkutan umum. Harusnya pemerintah memberlakukan pembatasan solar bersubsidi kepada kendaraan-kendaraan pribadi, bukan angkutan umum,” imbuhnya.
Andriansyah mengungkapkan, Organda telah meminta Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk mencabut instruksi pembatasan penjualan solar bersubsidi tersebut. Untuk itu, para pengusaha angkutan umum saat ini masih menunggu respons dan tindak lanjut dari stakeholders terkait.
“Kalau instruksi itu tidak dicabut, maka kami memilih untuk setop beroperasi saja. Daripada nanti terjadi konflik kepentingan dengan para pengguna jasa angkutan umum jika kami menaikkan tarif,” tuturnya.