REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Karawang Ade Swara mengakui hanya meminta PT Tatar Kertabumi untuk membangun jembatan di sungai Citarum, namun bukan memeras uang kepada perusahaan itu sebagaimana disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi kepadanya.
"Selama ini saya selalu bicarakan baik dengan Bappeda maupun orang-orang yang diutus perusahaan, saya selalu berbicara tentang jembatan," kata Ade seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Selasa.
"Saya waktu itu katakan kepada salah seorang yang diutus perusahan, tolong perusahan bikin jembatan, paling tidak ini sebagai sumbangan untuk orang Karawang," ujarnya.
Ade bersama istrinya Nur Latifah menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pengurusan izin Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atas nama PT Tatar Kertabumi.
PT Tatar Kertabumi, menurut KPK, ingin mendirikan pusat perbelanjaan (mall) dan untuk mendapatkan surat izinnya maka Ade memeras perusahaan tersebut sebesar Rp5 miliar.
"Saya lupa (kapan pengajuan izin mall), seingat saya tahun 2013. Tapi pada saat itu terhenti karena hasil kajian Bappeda dan hampir semua dinas terkait menyatakan kurang mendukung," tambah Ade.
Alasannya adalah karena mall tersebut dapat menimbulkan kemacetan.
"Kalau dilihat dari tata ruangnya memang sudah sesuai. Tetapi kalau dilihat situasi yang ada di situ sudah sangat macet sekali sehingga kami tidak berani memberikan izin sampai dibuatkan jembatan di situ," jelas Ade.
Jembatan itu bisa dikerjakan seluruhnya oleh PT Tatar Kertabumi maupun bersama-sama dengan pemerintah kabuptan Karawan.
"Kalau tidak secara keseluruhan, mari kita bangun secara bersama, dari perusahan berapa dari pemda berapa. Sampai hari terakhir saya ditangkap, saya tetap sampaikan itu kepada Bappeda," tambah Ade.
Jembatan tersebut adalah jembatan yang menghubungkan sisi-sisi sungai Citarum.
"Itu jembatan Citarum karena jembatan Citarum itu menurut saya dalam situasi dan kondisi sekarang agak kurang, sempit. Jadi kalau ditambah lagi di situ mall atau apapun namanya 5,5 hektar, bisa dibayangkan betapa macetnya di situ," jelas Ade.
Sehingga bila jembatan tersebut didirikan kajian mengenai pembangunan pusat perbelanjaan dapat diulang.
"Jadi kalau jembatan ini sudah bisa dibuat, mudah-mudahan, kajian ini bisa kita kaji ulang. Bisa kita berikan izin. Itulah yang baru satu tahun kemudian. Maaf ya kalau saya lupa, seingat saya seperti itu, tapi kemudian ada orang datang lagi, bicara lagi soal ini, tapi orangnya lain. Itulah yang saya sampaikan. Saya bicara soal jembatan," tegas Ade.
Tapi Ade tidak berani menyatakan bahwa ada keterlibatan aktif PT Tatar Kertabumi untuk memberikan uang kepadanya.
"Untuk hal tanggung jawab kita semua masing-masing punya tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan. Yang pasti demi Allah saya tidak pernah memerintahkan bahkan tidak pernah bicara tentang angka-angka," ungkap Ade.
Ade Swara ditangkap KPK pada Jumat (18/7) dini hari. KPK lebih dulu menangkap istrinya Nur Latifah pada Kamis (17/7) malam.
Sebelumnya, KPK juga sudah menangkap Ali Hamidi yaitu adik sepupu Nur Latifah yang ditugasi Ade untuk mengambil uang di money changer di satu pusat perbelanjaan Karawang. Di sana petugas KPK mengamankan Ali bersama dengan pengawalnya dan pegawai dari PT Tatar Kertabumi yaitu perusahaan yang dimintai uang oleh Ade dan Nur serta pihak money changer.
Di money changer, Ali akan menukarkan uang 424.349 dolar AS yang merupakan besaran uang yang diminta Ade dan Nur agar PT Tatar Kertabumi mendapatkan SPPL sebagai syarat untuk mendirikan pusat perbelanjaan di Karawang.
KPK menyita uang pecahan 100 dolar sebanyak 4.243 lembar yang terdiri dari edisi baru dan edisi lama, pecahan 20 dolar AS sebanyak 2 lembar, pecahan 5 dolar AS sebanyak 1 lembar serta pecahan 1 dolar AS sebanyak 4 lembar.
Dari sana tim KPK bergerak ke rumah dinas Bupati Karawang dan mengamankan Nur Latifah, namun sang bupati tidak ditemukan di rumah itu. Ade Swara baru ditangkap pada sekitar pukul 01.46 WIB setelah menyelesaikan kegiatan Safari Ramadhan.
KPK menyangkakan Ade dan Nur dengan pasal 12 e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahn 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Informasi terakhir, PT Tatar Kertabumi pada Mei 2013 lalu diakusisi oleh PT Agung Podomoro Land Tbk melalui PT Pesona Gerbang Karawang dengan membeli 99,9 persn saham PT Tatar Kertabumi senilai Rp61 miliar. Luas lahan yang diakuisisi sekitar 5,5 hektar di Karawang untuk mengembangkan superblok mini.