REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan umum di Indonesia tahun 2014 ini, sangat penting artinya bagi Australia. Karena itu, Lembaga Penyiaran Publik ABC Australia mengirimkan jurnalis dan stafnya untuk meliput baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres). Inilah pengalaman mereka.
Jurnalis ABC Greg Jennett sudah malang melintang meliput pemilu di Australia - namun baru kali ini ia mengalami sendiri bagaimana rasanya "jam karet" saat meliput pilpres. "Saya ingin menyebut pengalaman ini sebagai "tahunnya era demokrasi" - meliput bukan cuma satu tapi dua pemilu nasional dalam 12 bulan. Ini pengalaman langka," tutur Greg, belum lama ini.
Menurut dia, agaknya tak ada pengalaman liputan pemilu di Australia yang membuat seorang jurnalis Australia siap mengalami sendiri liputan pilpres Indonesia dalam skala, antusiasme dan lika-likunya. "Namun saya sangat tertolong oleh bantuan Biro ABC di Jakarta," kata Greg.
Sebagai orang baru di Jakarta yang dihuni lebih 10 juta penduduk, hal-hal sepele bisa membuatnya frustras. Misalnya, terkait dengan kemacetan, hujan tropis, serta urusan deadline karena adanya perbedaan zona waktu Indonesia dengan Australia.
Greg mencontohkan, bahkan untuk sekadar meliput kampanye di seputaran Jakarta saja, atau janjian wawancara TV, bisa menjadi urusan 4 jam - itu belum termasuk bahan-bahan yang harus diterjemahkan dan dikirimkan ke Australia.
"Belum lagi suhu udara yang rata-rata 30 derajat, jaringan telekomunikasi yang sering ngadat, serta kurang informasi akurat dari kedua kubu tim kampanye capres. Semua liputan ini bisa menjadi jam karet," tutur Greg.
Bagaimana Greg menyiasati jam karet? "Harus ada kombinasi antara kesabaran, kemampuan mengatur, dan lelucon yang baik," katanya.
Kameramen dan editor David Anderson mandi keringat dalam salah satu liputan kampanye. (Foto: Greg Jennett)
Banyak kisah jurnalis dan staf ABC yang sangat mengesankan, termasuk ketika Koresponden ABC di Indonesia George Roberts harus mengejar Joko Widodo ke Jawa Tengah.
Berbekal informasi sumir dari tim media Jokowi yang amatiran, George dan timnya selama empat hari membuntuti rombongan mobil wartawan lokal. Kebanyakan harus mulai subuh hari dan berakhir larut malam. Mereka harus berjuang untuk sekadar bisa mendapatkan liputan singkat tentang Jokowi yang lagi blusukan atau lagi kampanye.
Yang sedikit menolong adalah, karena Jokowi seringkali terlambat, sehingga bisa memberi sedikit peluang bagi George dan timnya.
Ini berbeda dengan Capres Prabowo, yang mungkin karena latar belakang militernya, lebih cenderung tepat waktu. Namun masalahnya, kecil sekali kemungkinan Prabowo bicara kepada media asing. Tapi Prabowo biasanya bijaksana dengan membiarkan kami mencegatnya untuk wawancara.
Pada kenyataannya, kampanye Prabowo tampak sangat disiplin dan teratur. Ia berhasil melambungkan popularitasnya dan menjadikan Pilpres 2014 begitu ketat hasilnya. Berbekal dana kampanye serta penasehat dari Amerika Serikat, Prabowo tampil sebagai sosok pembaru dalam demokrasi modern Indonesia.
Kampanye di Indonesia sangat berwarna. Riuh, dan ramai melibatkan massa. Hal yang tak terlihat di Australia - atau mungkin memang sengaja dihindari kalangan politisi Australia.
Namun ada kesamaannya: rumor, pemihakan media, serta lelucon tak "nyambung" yang ramai di media sosial.
Sama seperti di Australia, jurnalis yang meliput pemilu di Indonesia hanya perlu membekali diri dengan keterampilan dasar jurnalistik - skeptis serta kecenderungan pada keseimbangan menjadi hal yang sangat mendasar.
Koresponden George Roberts dan Helen Brown, produser dan kameramen David Anderson, Ari Wuryantama, Ake Prihantari, Archicco Budiman, bersama tim Australia Plus (Denny Herlambang, Nurina Savitri, Iffah Nur Arifah ) dibantu manajer kantor Sujanti Tjandra, dan pengemudi Yoto), Biro ABC Jakarta, berhasil meliput pesta demokrasi di Indonesia tahun ini. Tentu dengan dukungan dari tim di Australia.
Jurnalis The Asia-Pacific News Service (APNC) di Jakarta, Helen Brown, telah meliput persiapan pemilu Indonesia ini sejak 12 bulan terakhir. Pada malam seusai pemungutan suara Pilpres 9 Juli lalu, Program TV ABC The World menayangkan paket 90 menit siaran langsung berjudul “Indonesia Votes”.
Acara ini dipandu Jim Middleton dan Beverly O’Connor serta disiarkan melalui channel News 24 dan Australia Network. Indonesia Votes menganalisis hasil serta mengumumkan kedua kandidat yang sama-sama menyatakan diri sebagai pemenang. (Dua minggu setelah itu, barulah kami turut mengumumkan pemenang Pilpres 2014 sebagaimana secara resmi disampaikan KPU).
Liputan kami tentang Pilpres Indonesia memang belumlah sebanding dengan liputan kami tentang Pilpres Amerika Serikat. Tapi nanti, di tahun 2019, kami mungkin bisa menayangkan program "Planet Indonesia".
Barulah kami bisa benar-benar menyelami warna-warni persaingan demokratis di negara tetangga terbesar Australia ini.