REPUBLIKA.CO.ID, Ada rutinitas Jusuf Kalla (JK) yang sukar digugat pada pagi hari. Ia biasa memulai hari dengan membaca sekira 10 eksemplar koran. "Saya membaca semua laporan, update semua data, apa masalah pemerintahan ini, dan bagaimana menghadapi nya," kata JK.
Ketika disambangi Republika di kediamannya di Darmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (25/7), ia sedang di pengujung rutinitas tersebut.
Ada semacam gairah baru pada JK, selepas pengumuman pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Ia bicaranya penuh semangat. Berikut petikan wawancaranya dengan Republika.
Elektabilitas Jokowi-JK nyaris terkejar dalam survei men jelang pen coblosan. Apa yang membalikkan keadaan?
Sebenarnya pada pekan keempat, selisih antara kedua pasangan calon sangat tipis, bahkan di bawah satu persen. Namun di akhir masa kampanye, ada titik di mana kita bisa mendulang dukungan lebih banyak karena kesalahan Prabowo-Hatta.
Pertama, karena konser dua jari Jokowi-JK di Gelora Bung Karno. Generasi muda tiba-tiba beralih, pemilih pemula menentukan pilihannya.
Kedua, dalam debat capres ketika Hatta Rajasa keliru menyebut Kalpataru. Itulah bedanya debat akade mis dan politik. Kalau debat aka demis cari kebenaran, tapi politik cari kesalahan lawan, apalagi jelang pemilu. Ketiga, pernyataan `sinting' Fahri Hamzah. Itu seperti gol bunuh diri. Bahkan, pertama kalinya kantor PKS didemo para santri, mereka marah.
Keempat, dalam bentuk klarifikasi terakhir, yakni umrah Jokowi. Dampaknya besar karena publik melihat apa yang ditudingkan selama masa kampanye justru bertolak bela kang dengan fakta. Kelima adalah sembilan program nyata Jokowi-JK diekspose besar-besaran. Itu mengubah di pekan terakhir.