REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan tanggapannya perihal kelangsungan Baha'i diakui sebagai agama ketujuh di Indonesia. Menurut Nasaruddin, penentuan agama baru memerlukan proses.
"Kita tunggu menteri barunya lah (di pemerintahan Jokowi-JK). Tapi seperti apa nanti, tentu kita beri masukan-masukan," kata Nasaruddin saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan seusai pelantikan Kepala Staf Angkatan Darat Gatot Nurmantyo, Jumat (25/7).
Nasaruddin membenarkan, Kemenag telah menerima surat dari Kemendagri perihal Baha'i, apakah akan ditetapkan sebagai agama atau tidak. Sebagai awalan, dalam buka puasa bersama di kediaman Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin beberapa waktu lalu, diskusi telah dimulai.
"Jadi saya kira sudah ada pendekatan-pendekatan untuk merangkul anak bangsa menjadi satu kesatuan yang utuh. InsyaAllah," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini.
Lebih lanjut, Nasaruddin menambahkan, sampai saat ini tetap berpegang pada peraturan-peraturan yang ada. Semisal, Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.
Di dalamnya disebutkan enam agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu. "Kita harus tunduk pada peraturan dan ketentuan seperti apa. Jadi saya pikir semua ada jalannya."
Dikutip dari akun twitter pribadinya, Lukman menyatakan Baha'i termasuk agama yang dilindungi konstitusi sesuai Pasal 28E dan Pasal 29 UUD 1945. Berdasarkan UU 1/PNPS/1965 dinyatakan agama Baha'i merupakan agama di luar Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu yang mendapat jaminan dari negara dan dibiarkan adanya sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
"Saya berpendapat, Baha'i sebagai warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kependudukan, hukum, dan lain-lain dari pemerintah," kata Lukman.