REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum Pembela Merah Putih sudah menyiapkan dokumen untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Langkah ini sebagai tindak lanjut dari sikap pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang menolak dan menarik diri dari proses rekapitulasi suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua Tim Hukum Pembela Merah Putih Firman Wijaya mengatakan, gugatan itu antara lain terkait dugaan tindak kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan pemilu. Kemudian, menurut dia, menyangkut selisih suara yang menentukan terpilihnya pasnagan calon. "Nah dua hal ini yang secara kategoris kita ajukan dalam sengketa pemilu di MK," kata dia saat jumpa pers di kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera, Jakarta Selatan, Kamis (24/7).
Namun, Firman membuka kemungkinan langkah hukum lain. Ia mengatakan, bisa saja akan terungkap persoalan lain yang menyangkut proses administrasi penyelenggaraan pemilu. Sehingga, ia mengatakan, langkah hukum ke MK bukanlah satu-satunya upaya. "Termasuk kemungkinan peluang adanya delik pidana. Di samping delik pidana pemilu, bisa saja delik pidana yang lain," ujar dia.
Firman mengatakan, sifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak hanya melingkupi persoalan sengketa pemilu. Namun, menurut dia, itu juga bisa terkait dengan dokumen penyelenggaraan pemilu yang disinyalir mengandung persoalan hukum. Antara lain dari sisi administratif dan penyalahgunaan yang terkait tindak pidana. "Di sini ada beberapa lembaga yang bisa kita jangkau terkait dengan kewenangan hukum yang bisa memeriksa persoalan tersebut," kata dia.
Terkait dengan dugaan yang sifatnya administratif ini, Firman mengatakan, antara lain terkait dengan indikasi kejahatan pemalsuan data atau dokumen. "Karena ada informasi yang cukup akurable bahwa kegiatan-kegiatan ini juga terstruktur melibatkan orang-orang yang punya kapasitas tertentu dalam melakukan kejahatan terkait dengan data-data pemilu," ujar dia.