REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Batubara minta pemerintah daerah setempat dapat menertibkan kapal pukat harimau (trawl) yang terus beroperasi dan meresahkan nelayan kecil.
"Kapal pukat trawl tersebut masih kelihatan menangkap ikan secara sembunyi-sembunyi di sejumlah pulau terpencil di Perairan Batubara," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) HNSI Kabupaten Batubara, Eddy Alwi dihubungi dari Medan, Kamis.
Bahkan, menurut dia, puluhan kapal pukat harimau tersebut juga sering memasuki wilayah tangkapan nelayan tradisional.
"Sehingga hasil tangkapan nelayan kecil itu semakin sulit dan mereka pulang ke rumah dalam keadaan lesu," ucap Alwi.
Dia menyebutkan, kapal pukat harimau tersebut bukan hanya mengambil ikan di tengah laut, tetapi juga di pinggiran pantai yang hanya berjarak 2 mil dari darat.
"Kapal pukat harimau itu juga dilengkapi dengan peralatan canggih berupa radar atau alat pemantau ikan," ujarnya.
Alwi menambahkan, wilayah beroperasinya kapal pukat harimau itu di perairan Tanjung Tiram, perairan Perupuk dan perairan Kuala Indah.
Pukat harimau tersebut cukup panjang mencapai puluhan meter, memiliki jaring yang sangat halus dan juga dilengkapi alat pembenam terbuat dari papan besi.
Selain itu, kapal pukat harimau tersebut menjarah ikan pada tengah malam hingga pagi hari, sehingga kegiatan mereka tidak dapat dipantau petugas keamanan di laut.
"Larangan beroperasinya pukat harimau dan sejenisnya sesuai dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1980," kata Ketua HNSI Batubara.
Data yang diperoleh menyebutkan, jumlah nelayan tradisional di Kabupaten Batubara saat ini mencapai lebih kurang 21 ribu orang.
Luas Kabupaten Batu Bara sekitar 922,2 Kilometer persegi yang terdiri dari tujuh kecamatan dan jumlah penduduk sebanyak 380.602 jiwa.