REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Terdakwa kasus pembagian ‘uang lelah’ di Kementerian Luar negeri (saat itu Deplu) Mantan Sekjen Kemenlu Sudjanan Parnohadiningrat divonis bersalah oleh Majelis Hakim. Atas perbuatannya, dia dijatuhi hukuman penjara dan denda subsider kurungan.
“Menyatakan terdakwa Sudjanan bersalah, dan menjatuhkan pidana penjara dua tahun enam bulan penjara, dan denda Rp 100 juta jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman penjara dua bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Rabu (23/7).
Hakim Anggota Ibnu Basuki Widodo memaparkan Sudjanan bersalah karena melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa selama kegiatan sidang internasional di Deplu pada medio 2004-2005.
Perbuatan ini dinyatakan berlawanan dengan hukum karena bertentangan dengan Pasal 17 dan Pasal 20 Keppres No.80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Terdakwa Sudjanan terbukti mengintervensi pembuatan dokumen atau pertanggungjawaban fiktif dengan memerintahkan Kabag Pelaksana Anggaran Sekjen Kemenlu I Gusti Putu Adnyana. Bersama Kepala Biro Keuangan Warsita Eka, terdakwa melaksanakan kegiatan sidang internasional lebih banyak yang dikerjakan Deplu RI,” kata Hakim Ibnu.
Atas perbuatannya, Sudjanan telah memperkaya sejumlah pihak, yakni Warsita Eka Rp 15 juta, I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Suwartini Wirta Rp 165 juta, sekretariat Rp 110 juta, Dirjen yang membidangi kegiatan Rp 50 juta, Hasan Kleib Rp 100 juta, Djauhari Oratmangun Rp 100 juta, Iwan Wiranata Admaja Rp 75 juta.
Namun Sudjadnan dinyatakan tidak terbukti menerima uang Rp 330 juta dari uang lelah ini, karena itu Sudjadnan tidak dikenai hukuman membayar uang pengganti.
Sementara itu, Majelis Hakim tidak menyatakan mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda ikut menerima ‘uang lelah’ terkait kegiatan sidang internasional di Deplu itu. Meksipun, dalam dakwaan Hasan disebut ikut menerima ‘uang lelah’ itu sebesar Rp 440 juta.
“Hassan Wirajuda tidak terbukti karena saksi-saksi hanya menerangkan menurut terdakwa uang tersebut disiapkan untuk diberikan kepada Menlu yaitu Hassan. Tetapi, dalam persidangan, terdakwa justru tidak pernah mengatakan ada pemberian tersebut, demikian juga dengan Hassan. Bukti pemberian fisik pun tidak,” kata Hakim Ibnu.