Selasa 22 Jul 2014 11:33 WIB

Ini 3 Alasan Pencopotan KSAD?

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Mansyur Faqih
Jenderal TNI Budiman
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Jenderal TNI Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergantian mendadak Jenderal Budiman dari jabatannya sebagai KSAD dianggap sebagai bagian dari manuver di internal TNI. Ketidakcocokan Budiman dengan Panglima TNI dan presiden sinyalir menjadi sebab dari pergantian perwira lulusan 1978 tersebut.

"Pergantian ini juga dianggap sebagai bagian dari upaya untuk memotong agar posisi Budiman dan jaringannya tidak melakukan manuver pembersihan apabila pasangan capres yang tidak disokong oleh partai pimpinan SBY tersebut memenangkan pilpres," kata Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, Muradi kepada Republika, Selasa (22/7). 

Ia menjelaskan, pencopotan Budiman yang kurang dari dua bulan sebelum memasuki masa pensiun merupakan hal yang tak biasa. Apalagi pemecatan dilakukan via telepon. Hal ini memperkuat asumsi bahwa gejolak di internal TNI bukan isapan jempol belaka.

Muradi mengemukakan tiga alasan pencopotan Budiman sebagai bagian dari manuver politik di internal. Pertama, perbedaan visi antara Budiman dengan Moeldoko terkait dinamika politik dalam pilpres.

"Selama ini Budiman dianggap paling getol untuk menyatakan agar TNI, khususnya Angkatan Darat untuk netral. Namun bacaan netral tersebut disinyalir oleh Moeldoko dan SBY sebagai arahan mendukung atau membiarkan capres tertentu menang," imbuhnya.

Kedua, kata dia, perbedaan membaca sikap kedua petinggi TNI tersebut oleh level di bawahnya menjadi masalah tersendiri. Salah satu yang kemudian muncul adalah adanya friksi di level bawah.

Terakhir, ungkap dia, adalah tali komando yang tersendat antara panglima TNI ke KSAD yang lebih senior. Budiman menjadi satu-satunya petinggi TNI dari era 70-an yang masih tersisa. 

Sehingga alur komando tidak berjalan dengan baik dan cenderung tersendat. Karena KSAD yang lebih senior, sehingga membuat pola komando tidak berjalan dengan baik.

Menurutnya, tiga hal tersebut harusnya tidak menjadi masalah jika proses pergantiannya berjalan normal. Semisal ada pemanggilan dan kemudian diproses sebagaimana mestinya di dewan jabatan dan kepangkatan tinggi (wanjakti) TNI AD dan mabes TNI yang pengusulannya dilakukan ke presiden. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement