REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyatakan, telah terjadi tindak pidana dalam proses pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Yaitu berdasarkan hasil penyidikan dan beberapa fakta yang terkuak di proses persidangan.
Atas fakta yang ada ini, tak bisa dibenarkan jika pemberian FPJP dan bailout Century adalah masalah kebijakan. Murni, menurut KPK, perbuatan BI merupakan pidana yang harus dipertanggungjawabkan para pelakunya.
"Di pengadilan, materi persidangan telah dibuktikan ada delik kesalahan yang tentunya harus ada yang bertanggung jawab atas kesalahan itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Rabu (16/7).
Menurutnya, sejumlah fakta yang terungkap di persidangan antara lain, diketahui ternyata BI tidak mengindahkan hasil pemeriksaan onsite supervision BI sendiri atas Bank Century.
Kedua dan paling utama, teryata sejak 2005-2008 BI sudah menemukan ada banyak pelanggaran Bank Century atas BMPK, kredit fiktif, LC fiktif, pembiayaan fiktif. Tapi tidak ditindaklanjuti.
Malah, bank gagal itu ditolong bahkan sampai dengan mengubah peraturan BI demi memberikan bantuan keuangan. "Ada yang telah diabaikan oleh DG BI, jelas Century seharusnya sudah ditutup sejak lama," kata dia.
Boediono pun sudah pernah dijadikan saksi dalam persidangan kasus ini. Hampir 10 jam, orang nomor dua itu diperiksa guna dikorek keterangannya terkait apa yang terjadi 2008 sehingga Century harus diselamatkan dengan menyerap uang negara miliaran rupiah.
Namun Boediono dalam kesaksiannya teguh mengatakan kalau Century benar merupakan bank gagal berdampak sistemik. Sehingga perlu dana segar yang harus disuntikan agar tidak tutup di tengah ancaman krisis 2008. Sekali pun diakuinya Century pailit akibat perbuatan pemiliknya, bukan karena krisis.
"Ibarat rumah preman, tetap kalau kebakaran harus diselamatkan agar tidak menjalar ke rumah-rumah lain," perumpamaan Boediono saat bersaksi kala itu.
Atas analoginya itu, Boediono selaku pimpinan BI bersama dewan gubernur yang didalamnya beranggotakan Budi Mulya menyetujui FPJP dan bailout untuk Century.
Namun dalam sidang pembacaan vonis hari ini, hakim Afiantara sempat membalas analogi Boediono. Di mata majelis hakim terbakarnya rumah preman tersebut tidak pas menggambarakan situasi sebelum bailout 2008.
"Yang tepat rumah itu roboh karena ulah preman itu sendiri. Sebenarnya tak perlu diselamatkan karena robohnya satu rumah tidak akan menjalar ke rumah lain," kata majelis hakim.