REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendaftar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Cabang Jakarta Barat mengeluhkan perbankan yang kerap offline, padahal pembayaran harus dilakukan di bank. "Bank sering offline. Cara menyiasatinya ya harus bayar melalui ATM. Tapi kan tidak semua orang memiliki ATM," kata Susan Sutanto (50), warga Kembangan, Jakarta Barat saat ditemui di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Barat, Palmerah, Jumat (4/7).
Susan yang sudah tiga kali mendaftarkan beberapa keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan mengatakan perbankan juga terlihat memiliki mekanisme yang berbeda-beda. Susan menuturkan saat pertama kali mendaftarkan keluarga intinya dan membayar secara "online" ke bank, dia tidak dikenai biaya sama sekali.
Namun, dia mendapat informasi kalau di bank lain, pendaftar yang bukan nasabah bank tersebut dikenai biaya Rp 10.000. "Jadi ketika mendaftarkan kakak saya, saya sekalian buka rekening di bank itu. Informasinya kalau nasabah yang tidak membawa kartu ATM juga akan dikenai biaya Rp 7.500," tuturnya.
Susan sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan bila perbankan menarik biaya untuk pendaftar BPJS. Pasalnya, bank juga harus mengeluarkan biaya kertas dan tinta untuk bukti pembayaran calon pendaftar. Namun, dia mempertanyakan mengapa ada perlakuan yang berbeda antara bank satu dengan lainnya. Padahal, seluruh pembayaran pendaftaran BPJS harus melalui bank yang sudah ditunjuk, yaitu BRI, Mandiri dan BNI.
"Cara yang paling mudah untuk mendaftar melalui online. Setelah mendaftar online nanti mendapat virtual account untuk membayar di bank. Kalau saya biasanya mendaftar online di bank sekalian supaya dibantu dan tidak salah," katanya.
Sebab, Susan mengatakan ada beberapa pendaftar online yang datanya ternyata tidak sesuai. Data yang berbeda itu bisa memperpanjang waktu ketika mengambil kartu BPJS. Padahal, yang paling menghabiskan waktu dan tenaga adalah antrean saat pengambilan kartu.