Jumat 04 Jul 2014 03:15 WIB

Terkait Suap Pilkada, KPK Geledah Dua Lokasi di Palembang

Penyidik KPK saat melakukan penyitaan barang bukti.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Penyidik KPK saat melakukan penyitaan barang bukti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah dua lokasi terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pemberian keterangan palsu menyangkut sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tersangka Wali Kota Palembang Romi Herton.

"Penyidik KPK kemarin (2/7) menggeledah dua lokasi terkait penyidikan kasus suap pilkada Kota Palembang dan pemberian keterangan yang tidak benar dengan tersangka RH (Romi Herton) dan M (Masitoh)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (3/7).

Kedua lokasi tersebut adalah Apartemen Mall of Indonesia (MoI) yaitu kediaman Muhtar Ependy, orang dekat mantan ketua MK Akil Mochtar, dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) Bandar Kemayoran kediaman istri Muhtar Ependy.

"Penggeledahan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB hingga 20.00 semalam. Dari lokasi disita dokumen, catatan-catatan serta data elektronik," tambah Johan.

Dari apartemen MoI tersebut, penyidik juga menyita satu unit mobil Honda Jazz warna putih dengan nomor polisi B-1671-PZF. "Saat ini mobil itu posisinya berada di tempat parkir gedung KPK," ungkap Johan.

Pada Kamis (3/7), KPK juga memeriksa Liza Merliani Sako yang diduga istri muda Romi. Liza seharusnya diperiksa pada Selasa (1/7) tapi ia tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut.

Liza yang sudah keluar dari gedung KPK sekitar pukul 17.00 WIB, dicegat penyidik KPK saat akan keluar areal parkir KPK.

Ia pun dibawa kembali ke gedung KPK oleh penyidik. Saat Liza akhirnya keluar sekitar pukul 19.30 WIB, ia tidak memberikan komentar mengenai tindakan penyidik dan langsung pergi dengan menggunakan mobil Nissan Serena Hitam B-1107-KOC.

Romi dan istrinya, Masitoh, dalam kasus ini disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pemberian atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta.

Selain itu, Romi dan Mashitoh juga diduga melanggar pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 20 tahun 2001 yaitu mengatur tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan tidak benar dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement