Jumat 04 Jul 2014 00:52 WIB

Gubernur Jatim Paparkan Kesiapan Jatim Masuki AEC 2015

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Chairul Akhmad
Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Foto: Antara/Saiful Bahri
Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Jawa Timur (Jatim), Jatim Soekarwo diminta untuk menjelaskan kesiapan Jatim dalam memasuki era baru masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) 2015.

Lemhanas mengundang Gubernur Jatim untuk menjadi nara sumber utama karena kebijakannya selalu dijadikan sorotan.

Empat kunci pokok yang menjadi sorotan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan formal dan akses kesehatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan kualitas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan peningkatan kemitraan produktivitas dengan provinsi lain.

Dalam acara bertajuk ‘Peningkatan Kualitas SDM di Jatim dalam Meningkatkan Keunggulan Kompetitif Perekonomian nasional’ di Gedung Sapta Gatra Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kebun Sirih Jakarta, Kamis (3/7), Soekarwo menjelaskan dengan lugas tentang pentingnya peningkatan kualitas SDM dalam memasuki era persaingan ekonomi di tingkat ASEAN.

Soekarwo menjelaskan, ada dua cara untuk menyiapkan tenaga kerja siap pakai, yaitu dengan meningkatkan rasio jumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) dan sekolah menengah atas (SMA), yaitu 70 banding 30.

“Yang kedua mengembangkan SMK Mini, yaitu balai latihan kerja plus yang memiliki 9 bidang keahlian diantaranya teknologi dan rekayasa, agrobisnis dan agroteknologi  juga kesehatan, perikanan dan kelautan,” katanya.

Selain SDM, Soekarwo mengungkapkan pentingnya UMKM dalam persaingan bebas ekonomi ASEAN karena sejumlah 11.117.439 tenaga kerja bergerak di 6.825.931 usaha mikro, kecil dan menengah ini.

Untuk itu, kata dia pelaku UMKM harus dilindungi dan dipersiapkan secara matang, kalau tidak ingin kalah dalam pertarungan ini. Dia menyebutkan, Jatim mengambil langkah memberi akses modal melalui Bank UMKM dan Bank Tani.

Bank Jatim menjadi APEX Bank bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan bunga 6 persen setahun. Dari modal Rp 400 miliar kini sudah berkembang menjadi sekitar Rp 1,7 triliun dalam kurun waktu empat tahun.

“Untuk bank Tani kita akan mulai tahun depan, yang bertujuan untuk menjamin kepastian tanam karena petani punya modal sehingga tidak lagi berhubungan dengan pengijon,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement