REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Polisi diingatkan untuk lebih hati-hati dalam melakukan pemeriksaan terhadap para siswa Jakarta International School (JIS) yang diduga menjadi korban pelecehan. Bisa saja, dengan cara yang salah anak-anak itu terlibat peniruan tuduhan copycat accusation.
"Pemberitaan mengenai penyiksaan dan pencabulan murid TK JIS, bukan mustahil menimbulkan dampak copycat yang sama," ujar psikolog Catherine Thomas, Senin (30/6).
Beberapa kasus internasional, menurutnya, peniruan tuduhan ini sudah beberapa kali terjadi. Pemicunya dimulai dari muncul tuduhan atau pertanyaan kepada anak-anak mengenai perlakuan yang mereka terima dari pihak sekolah. Tak ayal, copycat muncul secara lokal di suatu komunitas tertentu, namun kemudian meluas menjadi epidemik yang berskala nasional.
Hal ini pernah terjadi di Amerika Serikat medio tahun 1983-1984. Saat itu ada tuduhan penyiksaan dan pencabulan terhadap para siswa di Taman Kanak-kanak McMartin di Manhattan Beach, dekat Los Angeles, California. Ada puluhan murid yang mengaku disiksa dan dicabuli oleh guru mereka di McMartin.
Guru bersangkutan diadili dengan dakwaan penyiksaan dan pencabulan siswanya. Tetapi karena bukti-bukti tidak meyakinkan, guru itu dinyatakan tidak bersalah oleh para juri. Ketika penyidik menemukan bukti baru, guru itu diajukan lagi sebagai terdakwa. Tetapi lagi-lagi para juri tidak yakin guru tersebut melakukan pencabulan sebagaimana dituduhkan.
"Meski terdakwa itu dinyatakan tidak bersalah, tetapi di seluruh AS bermunculan pengaduan mengenai penyiksaan dan pencabulan oleh guru terhadap murid usia dini," urai kandidat doktor di Universitas Radboud, Belanda ini.
Dari peristiwa ini, telaah para periset psikologi menunjukkan bahwa anak-anak memang sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat sugestif. Kemungkinan seorang anak menjawab secara keliru akan makin besar jika orang tua atau petugas penyidik menggunakan teknik-teknik bertanya yang berbau sugestif atau koruptif.
“Anak yang ditanya cenderung akan membenarkan pertanyaan orang dewasa yang menanyainya,” tutur Catherine.
Catherine menambahkan, kebanyakan anak-anak kurang bisa memahami istilah yang digunakan oleh para penyidik atau orang tua mereka. Akibatnya, jika anak-anak ditanyai menggunakan istilah-istilah rumit yang tidak dikenalnya, bukan mustahil anak tersebut akan menjawab secara sembarangan.
Selain itu, menurut Catherine, jika ditanyai berkali-kali dengan pertanyaan yang serupa, seorang anak cenderung akan menjawab sesuai dengan yang diinginkan oleh penanya. “Bukan mustahil anak yang ditanyai menjadi tersugesti dan membenarkan perkataan penanya," jelasnya.
Untuk kasus JIS, Catherine menilai, juga berpeluang terjadi copycat. Pertengahan April 2014, orang tua murid Taman Kanak-kanak yang berinisial AK mengadu anaknya mengalami pencabulan di JIS. Dua minggu setelah itu, ada orang tua murid yang mengadukan bahwa anak mereka yang bernama TH dan OA juga mengalami tindakan tidak senonoh di sekolahnya.