REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Tubuh wanita masih menarik dijadikan objek seni yang bermutu tanpa mengandung unsur-unsur berbau porno, demikian kata pematung muda asal Bali, I Ketut Putrayasa.
"Oleh sebab itu pelukis Barat pada era kolonial tahun 1930 menjadikan sosok perempuan Bali sebagai ladang yang subur bagi ekspresi berkesenian," katanya di Denpasar, Sabtu.
Karya patung yang banyak dipajangkan di bengkel kerjanya di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, juga terinspirasi oleh gerak tubuh wanita.
Ia mencontohkan WG Hofker yang terus-menerus melukis perempuan Bali bertelanjang dada dan Le Mayur yang menghabiskan hidupnya di Sanur dengan melukis model sekaligus istrinya Ni Polok yang setengah telanjang.
Demikian juga Rudolf Bonnet melukis perempuan Bali dengan visual bertelanjang dada, pelukis renaisans Antonio Blanco juga tidak pernah terlepas terhadap karya lukisnya yang menghadirkan buah dada Pematung asal Bali I Nyoman Nuarta juga mengeskplorasi tubuh wanita pada karyanya yang berjudul 'Nightmare' yang menggunakan material besi seolah menggambarkan seorang wanita dengan posisi tidur dan bermimpi buruk yang menyuguhkan lekukan estetik tubuh wanita.
I Ketut Putrayasa menjelaskan, eksplorasi tubuh perempuan tersebut cenderung didominasi oleh kaum perupa laki-laki yang selalu menghadirkan bahasa verbal dalam capaian visual, sensualitas, kecantikan wajah dan kemolekan tubuh.
Semua itu dalam kemasan seni menggambarkan bahwa eksplorasi terhadap tubuh wanita tidak pernah habis untuk diinterpretasi. Gerak tubuh wanita dalam karya seni hadir bahkan melampaui relaitas sehingga penggambarannya cenderung berlebihan.
"Hal itu karena adanya kehausan akan pemenuhan hasrat perupa laki-laki dalam mempresentasikan lekuk tubuh perempuan. Dalam dunia seni ekspresi bahasa tubuh digambarkan dengan sentuhan gerak statis maupun dinamis yang estetik tanpa mengurangi makna dari ekspresi tersebut," ujar I Ketut Putrayasa.