Ahad 22 Jun 2014 11:20 WIB

Pokok-Pokok Pikiran Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) untuk Kejayaan Pertanian Indonesia

Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Dr Arif Satria
Foto: twitter
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Dr Arif Satria

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Dr Ir Arif Satria (Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia)

Sektor pertanian bagi bangsa Indonesia memegang peran kunci dalam pengembangan perekonomian nasional.  Peran tersebut diantaranya adalah sebagai penyedia pangan bagi 245 Juta penduduk, penyedia 38,07 juta lapangan kerja (33,32% dari total tenaga kerja), penyedia 87% bahan baku industri kecil dan menengah, penyumbang 14,72% PDB, penghasil devisa negara US$ 43,37 M, sumber utama (70%) pendapatan rumah tangga perdesaan (Kementerian Pertanian, 2012) serta pasar potensial bagi pengembangan industri domestik. Oleh karena itu,  sektor pertanian  diharapkan dapat berperan sebagai salah satu pilar utama penopang peradaban bangsa Indonesia.

Oleh sebab itu Bangsa Indonesia tidak boleh mengesampingkan bahkan menganaktirikan sektor pertanian. Saatnya memberikan hal yang nyata dan keberpihakan kepada petani dan nelayan bukan hanya sebagai dagangan kampanye (exploitasi politik), dan jargon-jargon politik yang tidak pernah direalisasikan. Pembenahan dan perbaikan harus terus menerus dilakukan bagi sektor yang sangat vital ini. Untuk itu maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1.Sumber Daya Manusia (SDM)

Dengan semakin menua dan menurunnya kualitas sumber daya manusia (70% berpendidikan SD) di sektor pertanian dan perikanan, maka perlu secepatnya dilakukan regenerasi dan peningkatan SDM petani dan nelayan.  Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) melakukan kajian dan hasilnya menunjukkan bahwa di beberapa sentra produksi beras terdapat ancaman krisis petani. Di Sukabumi petani yang berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 12,5 persen, usia 30-44 sebanyak 41,7 persen, dan 45-60 tahun sebanyak 43,7 persen. Sementara itu di Karawang, masing-masing 14,2 persen, 60 persen, dan 25,3 persen, serta di Cianjur  berurutan 7 persen, 48,5 persen, dan 42,2 persen.  Siapa kelak yang menjadi petani di daerah tersebut kalau petani muda kurang dari 30 tahun relatif sedikit.

Untuk itu perlu adanya insentif bagi anak-anak muda  berpendidikan menengah dan tinggi agar tertarik dan terjun di pertanian dan perikanan. Pola regenerasi petani dan nelayan harus dilakukan secara terencana dan tidak bisa lagi mengandalkan regenerasi alami. Tentu kampus menjadi salah satu alternatif sumber pelaku pertanian masa depan. Data DIKTI (2011) yang bersumber dari UNESCO menunjukkan bahwa lulusan pertanian (termasuk perikanan dan peternakan) kita sebanyak 3,32 persen dari toal lulusan, yang lebih banyak dari Brasil (1,78), Amerika Serikat (1,06), Jepang (2,28), Malaysia (0,58), dan Korea Selatan (1,26). Artinya memang rendahnya lulusan pertanian adalah tren dunia. Pada tahun 2010 jumlah mahasiswa pertanian Indonesia sebanyak 173.158 orang, dengan asumsi masa kuliah 5 tahun maka lulusan setiap tahun sekitar 34 ribu orang.  Sementara itu menurut DIKTI (2010), pada tahun 2025 diperkirakan jumlah mahasiswa pertanian mencapai 5 persen atau sekitar 536 ribu orang, sehingga lulusan pertahun mencapai 100 ribu orang. Tentu ini jumlah yang relatif besar untuk mengisi kebutuhan SDM untuk mewujudkan kemandirian pangan

Globalisasi di semua sektor mengharuskan sektor pertanian dan perikanan mengikuti perkembangan tersebut.  Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi melalui cara-cara penyuluhan yang sekarang ada dan masih dilakukan secara konvensional perlu kiranya ditingkatkan melalui penyuluhan berbasis  ICT (Cyber Extension). Penyuluhan diarahkan untuk mengubah perilaku nelayan dalam memperkuat daya saing produk-produk pangan menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean. Untuk itu penyuuhan mestinya tidak saja berorientasi pada peningkatan produksi tetapi juga pada peningkatan mutu dan nilai tambah, akses pasar, dan  kelestarian lingkungan.

2.Dukungan Lembaga Pembiayaan

Permodalan sebagai alat bantu dalam usaha tani memiliki peran yang sangat besar. Namun demikian tidak mudah bagi pelaku usaha tani untuk dapat mengakses lembaga pembiayaan terutama usaha tani kecil. Penyebabnya adalah tingginya volatilitas keberhasilan dalam usaha tani, baik kegagalan panen maupun harga. Para pelaku pembiayaan akan memberikan akses yang cukup besar jika tingkat volatilitas tersebut dapat terkendali. Alasannya adalah dengan rendahnya volatilitas tersebut default rate dari pelaku usaha tani akan rendah. Dengan demikian para pelaku pembiayaan yang berfungsi sebagai financial intermediary akan bersedia membuka kran sebesar-besarnya untuk pelaku usaha tani karena meyakini dirinya mampu menjaga kepercayaan para penabung yang menitipkan dananya di lembaga pembiayaan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, seluruh stakeholder (termasuk pemerintah) harus memiliki pemahaman dan paradigma yang sama bahwa usaha tani adalah perusahaan pertanian. Bukan sebagai usaha yang subsisten (usaha yang perlu dikasihani). Oleh karena itu usaha tani harus didesain sedemikian rupa sehingga usaha tani adalah usaha yang bankable.  Bankable artinya usaha tani memenuhi criteria analisis kredit sesuai UU Perbankan (yaitu 5 C's). Disamping itu mitigasi risiko atas volatilitas yang ada menjadi tanggung jawab pemerintah dengan mengadakan asuransi pertanian dan tata niaga hasil pertanian yang melindungi pelaku usaha tani (seperti meredifinisi peran Bulog dan Bank Pertanian).  

Namun demikian pada masa transisi ini diperlukan lembaga pembiayaan  usaha pertanian dan perikanan yang adaptif terhadap karakteristik usaha pertanian dan perikanan. Hal ini sangat penting mengingat perbankan konvensional saat ini kesulitan untuk bisa adaptif terhadap karakteristik usaha ini.

3.Produksi

Ketersediaan lahan yang memadai untuk usaha tani merupakan hal utama, untuk itu Land Reform (konsolidasi lahan) sangat penting dan harus segera direalisasikan sehingga skala ekonomi dapat tercapai dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.  Disisi lain, perlu adanya perbaikan dan pembangunan infrastuktur yang memadai, baik irigasi, waduk, jaringan usaha tani maupun jaringan distribusi dari pusat-pusat produksi ke perkotaan, antar wilayah, dan antar pulau. 

Dalam rangka menunjang hal itu dukungan riset dan teknologi harus dilakukan dan secepatnya sampai di petani.  Pemerintah memiliki peran yang sangat vital dalam hal ini, tumpang tindih lembaga yang menangani riset pangan sampai saat ini masih over lap,  maka kiranya diperlukan penguatan konsosium riset pangan.   Sisi lain kontrol dalam produksi, distribusi dan pasar pertanian dan perikanan berbasis ICT (Agriculture Control Room) oleh pimpinan tertinggi republik ini sangat vital.

Wajah pertanian ke depan akan semakin baik, manakala desa dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui tumbuhnya agroindustri yang berkelanjutan.  Tumbuhnya agroindustri di perdesaan akan menurunkan angka pengangguran, kemiskinan dan arus urbanisasi. Tumbuhnya agroindustri di perdesaan juga akan berdampak terhadap peningkatan nilai tambah usaha pertanian dan sekaligus merupakan pintu masuk terciptanya reforma agraria secara swadaya/mandiri sebagai dampak dari berkembangkan kegiatan pertanian di desa tersebut.  Untuk merangsang munculnya petani baru yang muda dan profesional, serta menjamin kesejahteraan petani, sudah saatnya subsidi input diganti dengan subsidi output yang akan menjamin harga jual komoditas petani. Subsidi output yang diberikan kepada petani akan membuat agroindustri mendapat pasokan bahan baku dengan harga yang relatif lebih murah. Aktifitas di agroindustri inilah yang berdampak terhadap pengurangan pengangguran dan  kemiskinan.  Subsidi yang diberikan pemerintah selanjutnya akan kembali kepada negara melalui instrumen pajak dan efisiensi dari beban pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran.

4.Distribusi dan Pasar

Pembangunan dan perbaikan infrastruktur transportasi dari pusat-pusat produksi ke wilayah lain, desa-kota, antar pulau maupun ke negara lain perlu segera dibenahi dan dilakukan secara terencana agar hasil pertanian dapat segera sampai ke konsumen dengan kualitas dan harga yang bersaing.  Sisi lain menghilangkan pungutan-pungutan pada saat distribusi pangan antar daerah atau wilayah perlu dilakukan, sehingga koordinasi antara pusat daerah, dan antar daerah sangat penting dilakukan. Sarana dan prasaran transportasi pangan yang ada selama ini sangat minim, untuk itu insentif bagi pelaku pengangkut produk pangan perlu diberikan sehingga pengusaha tertarik masuk pada sektor ini.

Pasar hasil pertanian dan perikanan yang selama ini terabaikan perlu digarap dengan seksama, sehingga tidak terjadi distorsi pasar yang dilakukan segelintir perusahaan atau kelompok yang mencari keuntungan sepihak dengan cara-cara kartel.    Pemerintah ke depan harus mendorong KPK masuk dalam pemberantasan mafia dan kartel pangan. Kartel pangan tumbuh subur karena: (a) jalur distribusi pangan sangat mahal; (b) lemahnya kontrol pemerintah terhadap stok pangan yang mereka kuasai; (c) ketidakmampuan pemerintah dalam menumbuhkan sektor sektor produksi pangan strategis di Indonesia. Informasi pasar yang termutakhir sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan konsumen, tetapi juga produsen dalam merencanakan usaha taninya.  Untuk itu peran teknologi informasi sangat penting digunakan, baik di pusat maupun di daerah bahkan sampai ke perdesaan.

Agar masyarakat memperoleh pangan yang terjangkau, maka stabilisasi harga pangan harus dilakukan pemerintah, melalui penguatan peran BULOG dalam stabilisasi harga dan pasar.  Pengembalian peran BULOG sebagai stabilisasi harga pangan sangat penting dan mendesak, bukan peran BULOG yang ada sekarang ini.  BULOG ke depan harus menjadi salah satu lembaga pangan yang sangat kuat dalam mewujudkan kedaulatan pangan.  Khusus untuk pangan strategis, BULOG harus diberikan tugas untuk menyerap 25-50 persen.  Hanya dengan cara seperti itu, BULOG akan mampu menstabilkan pasokan dan harga pangan strategis.  BULOG yang kuat merupakan instrumen penting dalam keberhasilan subsidi output.

Sikap Politik

1.Terhadap Proses Pemilihan Capres dan Cawapres yang saat ini sedang berlangsung, sebagai organisasi yang menaungi sarjana pertanian seluruh Indonesia maka PISPI  berada dalam posisi netral.

2.PISPI bangga kepada para Capres yang masing-masing telah menyatakan komitmen untuk memperkuat pertanian Indonesia. Oleh karena itu, siapapun yang terpilih menjadi Presiden RI haruslah konsisten memegang dan mewujudkan janji-janji selama kampanye untuk memprioritaskan pertanian sebagai pilar pembangunan bangsa.

3.PISPI mengusulkan agar pengelolaan lembaga yang menangani pertanian dan perikanan harus dipimpin kalangan profesional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement