REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI mempercepat rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA). Langkah itu dimaksudkan menyusul kian maraknya kasus kekerasan pada anak yang terungkap akhir-akhir ini.
Rencana percepatan RUU itu akhirnya mendapatkan langkah konkret pada rapat paripurna DPR RI, Rabu (18/6) lalu. Rapat membahas RUU tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002 dan akhirnya disetujui untuk masuk ke dalam prolegnas tambahan dan menjadi pembahasan Komisi VIII
Situasi perlindungan anak di Indonesia memang sudah dalam titik darurat. Kasus kekerasan yang terungkap akhir-akhir bisa dikatakan merupakan fenomena gunung es dimana hanya sebagian kecil yang nampak di permukaan. Kasus yang tidak terlaporkan entah karena alasan takut, malu, tabu atau alasan teknis semacama jauh dan sulitnya korban atau keluarga korban mencapai tempat mengadu sesungguhnya lebih banyak.
Sementara data dari berbagai lembaga anak seperti KPAI maupun Komnas Perlindungan Anak menunjukkan angka kekerasan anak justru naik dari tahun ke tahun. Padahal, Indonesia sudah memiliki Undang-undang perlindungan anak sejak 2002
“Ini artinya ada yang belum cukup dari sistem perlindungan anak Indonesia termasuk dari sisi perundang-undangan, semisal soal masih lemahnya sistem penegakan hukum dan minimnya sanksi hukum yang bisa memberi efek jera pada pelaku,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa dalam siaran persnya kepada ROL, Kamis (19/6) malam.
Karena itu Ledia merasa bersyukur rapat paripurna DPR RI akhirnya menyetujui RUU tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002. Selanjutnya agenda itu masuk ke dalam prolegnas tambahan dan menjadi pembahasan komisi VIII
“Kita akan segera ngebut bekerja untuk membuat perbaikan-perbaikan di dalam undang-undang perlindungan anak ini. Salah satu yang sudah mulai kami kaji di Komisi VIII adalah soal memasukkan lebih banyak unsur preventif dalam undang-undang ini. Karena melindungi anak harus dimulai dari upaya untuk sedapat dan semaksimal mungkin mencegah terjadinya tindak kekerasan pada anak,” tambah Ledia
Soal masa kerja anggota dewan periode 2009-2014 yang hampir usai, anggota dewan asal PKS ini meyakinkan tidak ada kesia-siaan dalam sebuah kegiatan yang dilandasi niat baik “Masalah perlindungan anak adalah masalah penting sekaligus genting. Tidak bisa ditunda-tunda karena kita tidak ingin ada korban anak lagi berjatuhan karena kurangnya jaminan negara atas keselamatan dan kemanan anak. Maka kita hanya perlu bekerja dengan sigap dan tanpa ragu. Niatkan upaya ini dengan ikhlas dan sungguh-sungguh maka semua langkah kita insyaAllah akan berarti bagi perbaikan nasib anak Indonesia ke depannya. Tidak akan sia-sia.” tegasnya.