REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jepang sudah menerapkan peraturan melalui parlemennya tentang pornografi terhadap anak. Warga diberi waktu satu tahun untuk menyingkirkan materi yang berhubungan dengan hal tersebut.
Jika tidak, orang yang masih menyimpan akan dikenakan dengan 10 ribu dolar AS setara dengan Rp 100 juta atau kurungan selama setahun. Bagaimana jika itu diterapkan di Indonesia?
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam menegaskan, bila itu sebagai ikhtiar merupakan hal yang wajar untuk mencegah pornografi terhadap anak. Namun, Indonesia telah memiliki hukum sendiri.
''Perlu diketahui tidak semua mekanisme di dunia luar itu kita terapkan di sini karena kita punya mekanisme hukum sendiri,'' kata dia, Kamis (19/6).
Niam melanjutkan, hal yang harus dilakukan pemerintah ialah memanfaatkan undang-undang yang telah ada. UU 44 tahun 2008 sudah termaktub untuk mencegah pornografi terhadap anak.
Kini, hanya implementasinya saja yang dibutuhkan oleh pemerintah. ''Yang kita lakukan sekarang ialah, kita dorong energi kita untuk penegakan hukum. Mulai dari pencegahan termasuk sosialisasi peraturan undang-undang terkait. Juga secara pro aktif melakukan razia dan penegakan hukum,'' kata dia.
Indonesia juga tidak ketinggalan mengenai perundang-udangan pornografi di internet. ''Ada UU ITE, ini selaras,'' kata dia.
Niam melanjutkan, tugas selanjutnya iala memblokir situs dan mencegah kebobolan kembali. Masalahnya, Pemerintah Indonesia terkesan kalah cepat dengan perkembangan situs porno. Buktinya masih banyak situs porno yang masih bisa dibuka.
Niam mengatakan, pemerintah harus bersungguh-sungguh memberantas tindak pidana pornografi di dunia nyata atau pun maya. ''Jika sudah diblok, langsung telusuri dan cari pelakunya,'' kata dia.