REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah perlu untuk segera menerapkan pusat manajemen logistik nasional yang efektif dan efisien guna mengatasi permasalahan beban biaya logistik yang masih tinggi bagi kalangan pengusaha di Tanah Air.
"Pusat logistik pada dasarnya sudah ada dengan sendirinya dan sudah tersebar di masing-masing daerah yang ada di Indonesia.
Sekarang ini tinggal bagaimana kita mengintegrasikannya," kata Staf Ahli Menteri Bidang Transportasi Multimoda dan Logistik Kementerian Perhubungan Sugihardjo dalam keterangan tertulis yang diterapkan di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu permasalahan penting dalam mewujudkan pusat logistik adalah terkait akuisisi lahan yang sebenarnya merupakan kewenangan institusi pemerintah lain.
Sedangkan Kemenhub, ujar dia, hanya berperan untuk mendukung konektivitas transportasi serta turut memikirkan skema subsidi barang untuk menciptakan harga yang lebih terjangkau bagi wilayah terpencil dan perbatasan.
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengingatkan bahwa pengusaha masih menanggung tingginya biaya logistik dalam usaha mereka sehingga pemerintah diharapkan dapat mengatasi hal tersebut.
"Industri kita harus menanggung biaya logistik tidak kurang dari 30 persen dari biaya produksi karena infrastruktur yang kurang baik," kata Suryo Bambang Sulisto, Senin (16/6).
Padahal ia mengingatkan bahwa ke depan Indonesia perlu mengembangkan ekonomi berorientasi produksi agar dapat menekan impor barang-barang konsumsi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selain itu, lanjutnya, untuk memperkuat industri masih terkendala oleh barang modal dan bahan penolong yang harus diimpor, sedangkan barang produk dalam negeri yang ada juga masih terlalu mahal karena biaya produksi yang tinggi.
Sementara Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) mengingatkan tingginya biaya logistik di Tanah Air tidak hanya dari angkutan laut tetapi juga diakibatkan tingginya biaya pungli dan kerusakan infrastruktur di daratan.
"Penurunan tarif pada angkutan laut tidak dibarengi dengan penurunan tarif-tarif pada sisi daratnya," kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, Kamis (29/5).
Menurut dia, tarif di darat yang harus diperhatikan adalah baik tarif kepelabuhanan maupun dari sisi biaya-biaya akibat pungutan liar dan akibat buruknya akses logistik jalan.
Berdasarkan data INSA, tarif pengiriman kontainer pada rute Jakarta-Belawan pada 2007 masih berkisar antara Rp7 juta-Rp8 juta per TEUs, sedangkan sekarang turun menjadi Rp4 juta hingga Rp4,5 juta per TEUs.
Carmelita menegaskan penurunan ongkos angkutan laut itu bukan karena didorong oleh penurunan tarif kepelabuhanan maupun peningkatan produktivitas pelabuhan, tetapi karena meningkatnya volume perdagangan serta evolusi penggunaan kapal kepada yang lebih besar.
Untuk itu, INSA berharap kepada pemerintahan ke depan untuk fokus kepada upaya penurunan tarif pengiriman barang di sisi daratnya, yaitu tarif kepelabuhanan maupun akibat biaya pungli dan akses jalan yang buruk supaya masyarakat dapat menikmati harga barang yang setara di seluruh Indonesia.