REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sedikitnya 1.400 pekerja seks komersial (PSK) lokalisasi Dolly dan Jarak di Kota Surabaya, menulis surat penolakan penutupan tempat kerja mereka. Surat itu ditujukan kepada presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kamis (5/6).
Seorang PSK Dolly sekaligus orator aksi tulis surat, Susi mengatakan, para wanita tuna susila tersebut menulis surat yang berisi uneg-uneg mereka. “Ada sekitar 1.400 PSK yang menulis surat kali ini. Isi suratnya bebas, apa yang menjadi uneg-uneg para PSK termasuk penolakan penutupan Dolly,” katanya.
Ditulisnya surat itu, kata dia, sekaligus sebagai bentuk penolakan janji kompensasi yang ditawarkan pemerintah. Menurut Suyitno, janji kompensasi itu bohong. Apalagi pembayaran kompensasi disebagian lokalisasi yang sudah ditutup seperti Sememi, Klakahrejo, hingga Dupak Bangunsari masih belum tuntas.
“Jadi mengapa Dolly harus ditutup? Lagipula adanya prostitusi Dolly tidak akan memberikan efek buruk sosial ke anak-anak karena di kawasan ini sudah ada sekolah agama hingga masjid yang memberikan ilmu agama,” ujarnya.
Suyitno mengatakan, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan dikirimkan ke SBY dan Komnas HAM Jumat (6/6) besok. Rencananya, surat tersebut akan diantar langsung perwakilan FPL dan diperkirakan akan diterima SBY, Senin (9/6) mendatang. Jika isi surat tersebut tidak digubris, pihaknya memastikan akan tetap menolak penutupan salah satu lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu.
FPL bersikeras akan ada gerakan melawan mati-matian penutupan Dolly. Bahkan, kalau Dolly benar-benar ditutup nantinya, FPL berniat menempuh jalur hukum. “Kami akan menuntut jajaran pemerintah yang mendukung penutupan Dolly, seperti Risma dan Gubernur Jatim Soekarwo ke meja hijau. Ini negara hukum dan kami sudah siapkan kuasa hukum,” ujarnya.