Rabu 04 Jun 2014 12:58 WIB

JK Jadi Saksi Sidang 'Uang Lelah' Kemenlu

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Citra Listya Rini
Jusuf Kalla
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Wakil Presiden (cawapres) Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi a de charge atau meringankan dalam sidang dugaan korupsi anggaran Kementerian Luar Negeri (saat itu Deplu) atas pemberian ‘uang lelah’ medio 2004-2005.

Sidang yang digelar untuk terdakwa mantan Sekjen Kemenlu Sudjanan Parnohadiningrat ini sengaja mengundangnya karena sebagai wapres 2004-2009 JK dianggap mengetahui banyak soal kasus ini.

Hal itu mengacu dari keterangan sejumlah saksi belakangan yang menyebut bahwa Deplu perlu melaksanakan banyak rapat internasional atas permintaan pemerintah saat itu. Atas banyaknya rapat internasional ini, munculah ‘uang lelah’ yang dibagi-bagi di dalam lingkup pejabat Deplu.

“Saya kan  dulu sebagai atasan, (eksekutif pemerintah) jadi sebagai bentuk meringankan (terdakwa) menjawab apa yang dibuat sesuai intruksi pemerintah,” kata JK sesaat sebelum sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Rabu (4/6).

Sebelumnya, Sudjanana didakwa membagikan ‘uang lelah’ ke sejumah pejabat Deplu termasuk dirinya setelah melaksanakn 11 kali sidang internasional 2004-2005. Dijelaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) uang tersebut dibagikan kepada mantan Menteri Luar negeri Nur Hassan Wirajuda dengan total Rp 440 juta dan Sudjadnan Rp 330 juta.

Tak hanya dua petinggi Deplu tersebut, beberapa pejabat tinggi departemen ini juga dituding JPU ikut menerima ‘uang lelah’ seperti ;

Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka sebesar Rp 15 juta. Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Deplu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta. Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Deplu Suwartini Wirta sebesar Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Deplu Rp 110 juta/ Dirjen yang membidangi kegiatan tersebut juga menerima Rp 50 juta.

Atas pembagian uang lelah ini, ditaksir, negara merugi hingga Rp 11,091 miliar akibat aksi bagi-bagi uang di Deplu tersebut. Dalam sidang kesaksian sebelumnya, mantan Menlu Hassna mengatakan sidang internasional yang para panitianya diberi ‘honor’ ini banyak dilaksanakan mendadak.

Dia berujar, itu terpaksa dilakukan karena pemerintah meminta agar Deplu memperbanyak pelaksaanaan sidang internasional. Tujuannya, untuk memulihkan nama Indonesia di tengah isu terorisme yang menimbulkan ketidakamanan dalam negeri di mata internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement