REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- DPR RI menargetkan segera menyelesaikan pembahasan dan menyetujui Rancangan Undang Undang tentang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) menjadi UU sebelum masa tugas anggota DPR RI periode 2009-2014 berakhir pada September menadtang.
"Kendala pembahasan RUU JPH, karena masih adanya ketidak sepakatan antara Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal proses sertifikasi halal," kata anggota Panitia Kerja RUU JPH DPR RI, Raihan Iskandar pada diskusi "Forum Legislasi: RUU JPH" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah, Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim dan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Menurut Raihan, pembahasan RUU JPH di tingkat DPR RI sudah selesai hanya tinggal kesepakatan antara DPR RI dengan Pemerintah yakni soal proses sertifikasi halal.
Belum tercapainya kesepakatan tersebut, menurut dia, karena Kementerian Agama Republik Indonesia menginginkan agar administasi proses sertifikasi halal berada di Kementerian Agama, namun MUI menginginkan agar sertifikasi halal berada di bawah kewenangannya. Artinya, MUI sebagai embaga pemberi fatwa halal.
"Meskipun belum ada kesepkatan di Pemerintah, tapi DPR RI optimistis RUU JPH bisa segera disetujui menjadi UU," katanya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menegaskan, jika sampai batas akhir waktu pembahasan tetap belum ada kesepkatan di antara kedua lembaga tersebut, maka akan ditempuh jalan terakhir yakni pengambilan keputusan melalui voting.
Menurut dia, mestinya kesepatakan di antara instansi Pemerintah tersebut sudah selesai lebih dulu sebelum Pemerintah membahasnya bersama DPR RI. Ia menambahkan, selama ini keberadaan MUI sangat dihargai sebagai lembaga pemberi fatwa, tapi bagi DPR RI siapapun lembaga pemberi sertifikasi halal agar prosesnya lancar dan tidak saling menghambat.
Sementara itu, Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim menyatakan, amanah sertifikasi halal dalam RUU JPH ini adalag mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela). Menurut dia, kalau merujuk pada UU yang telah berlaku maka pemberian fatwa halal oleh MUI sifatnya mandatory, sedangkan proses administrasi sertifikasi halal oleh pemerintah sifatnya voluntary.
Lukman menjelaskan, ada tiga aspek yang dianggap penting oleh MUI, yaitu sifat sertifikasi, penetapan lembaga pemberi fatwa halal, dan pengawasan oleh pemerintah. "Apa yang dilakukan oleh MUI selama 25 tahun memberikan fatwa halal, karena belum ada UU khusus yang mengatur soal sertifikasi halal," katanya.