Ahad 01 Jun 2014 22:11 WIB

DPR Akan Panggil Menhut Terkait Tesso Nilo

Menhut Zulkifli Hasan
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Menhut Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IV DPR akan memanggil Menteri Kehutanan untuk menjelaskan kekisruhan yang merebak di Taman Nasional Tesso Nillo Riau maupun bentuk kerja sama kemitraan dengan WWF serta pendanaannya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo di Jakarta, Ahad (1/6), mengatakan maraknya perambahan di TNTN Kabupaten Pelalawan, Riau, yang dikelola Balai TNTN bekerja sama dengan LSM lingkungan dan satwa World Wildlife Fund for Nature (WWF) menggambarkan buruknya kinerja Kementerian Kehutanan (Kemenhut) selama ini.

Menurut dia, sejak tahun lalu, DPR telah mengingatkan Kemenhut untuk menyetop kerja sama dengan WWF namun tidak digubris.

"Saat ini, setelah sebagian besar hutan cagar alam dikuasai perambah, Menhut baru berteriak. Ini sangat terlambat," kata Firman.

Dia menambahkan semuanya harus transparan, apalagi jika kerja sama kemitraan itu menggunakan dana APBN sehingga Kemenhut harus mempertanggungjawabkannya.

Dalam kunjungan ke TNTN, pekan lalu Menhut Zulkifli Hasan menyatakan kecewa karena sebagian besar lahan cagar alam itu malah disertifikatkan oleh oknum aparat kepada para perambah.

Padahal Kementerian Kehutanan melalui Balai TNTN sudah bekerja sama dengan LSM lingkungan WWF untuk menjaga dan mengawasi cagar alam di Provinsi Riau tersebut.

"Saya rasa WWF tidak berhasil mengawasi dan menjaga TNTN karena dari 80.000 hektare hutan cagar alam, sekitar 50.000 hektare sekarang dikuasai perambah petani sawit" kata Menhut.

Zulkifli mengakui sangat kecewa karena sebagian besar kawasan TNTN sudah menjadi perkebunan sawit, kondisi itu ironis mengingat cagar alam itu merupakan tempat perlindungan satwa langka.

Dia mengemukakan selain oknum aparat, lahan TNTN umumnya dikuasai oleh para pendatang dari luar Riau yang diduga bekerja sama dengan oknum aparat desa dan aparat keamanan untuk menerbitkan sertifikat di lahan yang menjadi kawasan lindung tersebut.

Pada kesempatan itu Firman mengingatkan, sebagai LSM yang merupakan perpanjangan tangan asing, WWF di Indonesia tidak kebal hukum, meskipun mereka menggunakan pendanaan asing, DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban melalui Kemenhut.

"Setiap organisasi asing yang beroperasi di Indonesia, harus tunduk kepada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia," katanya.

Menurut dia, dalam pengelolaan kawasan konservasi, sebaiknya pemerintah pusat dan daerah bergandengan tangan, selain itu, perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, perguruan tinggi, pakar kehutanan, LSM lokal dan swasta.

Firman menambahkan, evaluasi perlu dilakukan terhadap LSM asing seperti Greenpeace karena keberadaannya tidak berdampak terhadap perbaikan lingkungan.

Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional melalui perubahan fungsi dari Hutan Produksi Terbatas seluas 83.068 hektar oleh Kementerian Kehutanan.

Sebagian besar kawasan TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Tesso Nilo juga dikenal sebagai habitat bagi beraneka ragam jenis satwa liar langka, seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), berbagai jenis Primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement