REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ombudsman RI mendesak Bupati Klungkung, Bali, Nyoman Suwirta menolak pengangkatan tenaga honorer kategori 2 (K-2) sebagai calon pegawai negeri sipil dengan dokumen yang meragukan.
"Jika di kemudian hari ditemukan adanya maladministrasi dalam dokumen tersebut, maka Bupati Klungkung dapat dikenai hukuman pidana," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhattab di Denpasar, Ahad.
Menurut dia, hukuman pidana tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban mutlak kepala daerah terhadap dokumen yang ditandatanganinya.
Oleh sebab itu, Umar meminta Suwirta tidak perlu ragu menolak pengangkatan K-2 sebagai CPNS yang pada dokumennya ditemukan kejanggalan.
Sebelumnya Bupati Klungkung meragukan keabsahan surat keputusan milik 18 tenaga honorer berstatus K-2. "SK itu membuat saya ragu," katanya di Semarapura, Kabupaten Klungkung, Selasa (27/5).
Ia menuturkan sebagian SK itu ditandatangani Sekda Kabupaten Klungkung I Gusti Ngurah Raida pada rentang September-Desember 2004, sedangkan sebagian lainnya ditandatangani Bupati Klungkung I Wayan Candra pada 1 Januari 2005.
Suwirta juga meragukan SK Pengabdian tiga guru SD Negeri Paksebali yang ditandatangani pihak kepala sekolah. "SK pengabdian itu keluar bersamaan pada hari libur nasional," katanya di Semarapura, Kamis (29/5).
Bupati menduga keluarnya SK tertanggal 1 Januari 2005 sebagai bentuk rekayasa agar ketiga guru tersebut bisa mengikuti tes pengangkatan CPNS dari jalur K-2 beberapa waktu lalu.
"Untuk SK yang meragukan itu sudah kami lampiri dengan surat pengantar khusus. Sedangkan23 SK lainnya sudah diusulkan kepada BKN (Badan Negara)," kata Bupati.
Tenaga honorer K-2 adalah tenaga honorer yang diangkat per 1 Januari 2005 dan tidak mendapat upah dari APBD/APBN. Untuk tenaga honorer K-2 apabila ingin diangkat menjadi CPNS, maka harus mengikuti tes seleksi terlebih dahulu. Pengangkatan tenaga honorer K-2 dilakukan mulai November 2013 hingga Juli 2014.