Kamis 29 May 2014 11:04 WIB

Pertanian Bali Perlu Perhatian Khusus

Subak di kawasan Tabanan, Bali.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Subak di kawasan Tabanan, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat Pertanian Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengingatkan, pemerintah Provinsi Bali dan instansi terkait perlu memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan sektor pertanian di daerah ini.

"Hal itu penting untuk menjaga dan mempertahankan peran dan fungsi sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," kata Prof Windia yang juga ketua pusat penelitian subak Unud di Denpasar, Kamis (29/5).

Ia mengatakan, hal itu perlu menjadi penekanan, karena Badan Pusat Statistik (BPS) Bali merilis bahwa, sektor pertanian di Bali pada triwulan I-2014 tumbuh negatif 2,84 persen, padahal tahun 2013 masih tumbuh sebesar dua persen, meski peningkatan paling kecil dari semua sektor pembangunan di daerah ini.

Untuk itu berbagai upaya hendaknya dapat dilakukan untuk menyelamatkan sektor pertanian yang selama ini masih menyerap tenaga kerja cukup besar, menjaga ketahanan pangan dan menjaga kelangsungan subak yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia (WBD).

"Sektor pertanian di Bali yang tumbuh negatif 2,84 persen pada triwulan I-2014 itu sebenarnya mengandung nilai yang mendalam bagi keberlanjutan pembangunan Bali ke depan," ujar Prof Windia.

Karena sektor pertanian di Pulau Dewata telah diakui sebagai "ibu" dari semua sektor pembangunan. Bahkan Prof Nyoman Sutawan yang juga mantan Rektor Unud selalu menyatakan bahwa kalau sektor pertanian Bali runtuh, maka kebudayaan Bali akan ikut runtuh.

"Bahkan akhirnya semua sektor pembangunan Bali juga akan runtuh," ujar Prof Windia seraya menjelaskan, tampaknya tahun 2014 adalah awal dari keruntuhan pembangunan Bali, jika seandainya sektor pertanian tidak mendapatkan perhatian yang sungguh-ungguh.

Keruntuhan sektor pertanian akibat investasi sektor ini hanya 0,5 persen, sangat kecil dibandingkan sektor pariwisata yang investasinya mencapai 97 persen.

Kondisi yang tidak seimbang itu diperparah lagi dengan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk sektor pertanian yang sangat mencekik leher dan mematikan petani.

Demikian pula sistem irigasinya rusak, air irigasi penuh polusi yakni sampah, plastik dan sumber airnya diperebutkan oleh banyak sektor yakni untuk pariwisata dan perusahaan daerah air minum (PDAM).

"Kondisi yang sangat parah itu mana mungkin sektor pertanian bisa tumbuh," ujar Prof Windia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement