REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dinas Pertanian Kota Surabaya menyatakan lahan pertanian di Kota Pahlawan ini terancam habis karena banyak yang sudah beralih fungsi menjadi permukiman penduduk.
Kepala Dinas Pertanian Kota Surabaya Sigit Sugiharsono mengatakan saat ini lahan pertanian yang tersisa sekitar 15 ribu hektare. Di sisi lain, setiap tahun ada sekitar 100 hektare lahan pertanian yang hilang karena 'disulap' menjadi perumahan.
"Lahan pertanian di Surabaya memang semakin lama semakin menyempit. Bahkan diperkirakan akan habis 15 tahun ke depan karena terdesak dengan pembangunan perumahan," katanya ,Ahad (25/5).
Ironisnya, menurut Sigit, lahan yang masih tersisa sekarang ini sudah dikuasai pengembang. Berhubung belum dibangun oleh pengembang, maka lahan pertanian tersebut masih bisa dimanfaatkan warga sekitar untuk ditanami berbagai tanaman, dari padi hingga holtikutura.
Sigit membeberkan fakta lahan pertanian di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep yang selama ini menjadi obyek wisata urban farming, ternyata sudah dikuasai pengembang PT Citraland. Padahal di sana hasil pertaniannya cukup bagus seperti lombok hingga melon.
Demikian juga di kelurahan Bangkingan Kecamatan Karang pilang. Tahun lalu dilakukan panen raya semangka dan tomat, ternyata lahan pertanian di sana sudah dikuasai pengembang PT Pakuwon.
"Sebenarnya kami ingin mengembangkan pertanian secara modern. Namun kami terkendala dengan status kepemilikan tanah di sana yang sudah banyak dikuasai investor," kata Sigit.
Dengan kondisi tersebut, akhirnya banyak petani yang lari ke luar daerah seperti ke Gresik, Sidoarjo, hingga Jombang. Mereka menyewa sawah di sana untuk ditanami lombok dan tanaman lainnya. Langkah ini diambil karena sudah memungkinkan lagi mereka mengembangkan bisnis pertanian di Surabaya karena lahannya semakin menyempit.
"Untuk menjawab keterbatasan lahan, kami mengggunakan konsep pertanian model urban farming, dan hasilnya memang cukup bagus," katanya.