REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Volume ekspor karet Sumatera Utara (Sumut) pada periode Januari-April 2014 mencapai 167,17 juta kilogram (kg) atau turun 4,06 persen dibanding periode yang sama 2013 akibat permintaan yang melemah.
"Pada Januari-April 2013, ekspor masih bisa 174,16 juta kg, sementara periode sama tahun ini hanya 167,17 juta kg lebih," kata Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Ahad (25/5).
Menurut dia, turunnya volume ekspor karet Sumut maerupakan dampak perekonoman yang masih lesu termasuk di negara pembeli utama yaitu Tiongkok.
Permintaan yang lemah juga membuat harga ekspor bertahan bahkan cenderung semakin rendah. Harga karet SIR 20 di bursa Singapura 21 Mei 2014 misalnya ditutup hanya 1,71 dolar AS per kg untuk pengapalan Juni 2014.
Bahkan untuk pengapalan Juli 2014 turun lagi atau hanya 1, 711 dolar AS per kg.
"Kalau volume turun terus, maka bisa jadi volume ekspor karet Sumut tahun ini di bawah realisasi 2013 yang sebesar 509,13 juta kg," katanya.
Padahal pada 2013, saat harga juga masih rendah, volume ekspor masih naik 3,64 persen dibanding tahun 2012 yang 491,26 juta kg.
"Syukur di tengah harga dan permintaan yang melemah, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penaman Modal," katanya.
Dia menegaskan Perpres itu menjaga dan akan semakin menyehatkan industri "crumb rubber" di tengah kesulitan karena ekspor menurun.
Edy menegaskan industri "crumb rubber" nasional secara teknologi dan permodalan bisa diusahakan 100 persen oleh pengusaha dalam negeri.
"Teknologi industri crumb rubber sangat sederhana, jadi memang tidak perlu ada alih teknologi dari asing. Jadi tidak perlu sangat tergantung dengan asing atau PMA sehingga Perpres itu memang tepat," katanya.
Menurut Edy, saat ini dari 30 industri crumb rubber di Sumut, lima di antaranya PMA.