REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekitar 200 warga Rukun Tetangga (RT) II Rukun Warga (RW) 1, Kelurahan Gunung Anyar, Kecamatan Gunung Anyar, Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), melakukan aksi demonstrasi di depan Balai Kota, Rabu (21/5). Warga di Kecamatan Gunung Anyar merasa keberatan karena seluruh sungai di wilayah Gunung Anyar ditutup sehingga membanjiri permukiman mereka.
Merasa tak terima karena masalah banjir terus terjadi, warga menuntut untuk bertemu dengan wali kota Surabaya Tri Rismaharini di ruang kerjanya di balai kota, Rabu (21/5) untuk dengar pendapat.
Dalam rapat dengar pendapat, Koordinator Lapangan Aksi Warga Gunung Anyar Ali Wahyudi mengutarakan, ada enam tuntutan yang ingin harus segera dikabulkan Pemerintah Kota Surabaya.
Tuntutan pertama yaitu memfungsikan kembali enam sungai yang diuruk, ditutup kemudian dijadikan bangunan yang ada di wilayah perumahan yang dibangun oleh pengembang Purimas.
“Penutupan saluran itu terjadi sejak tahun 2008 lalu. Saluran sungai yang ditutup membuat permukiman kami banjir jika hujan,” katanya kepada Risma, Rabu.
Tuntutan kedua yaitu pembongkaran pagar beton yang berdiri diatas bibir sungai yang dilakukan PT MBC Purimas. Pagar beton ini, dia melanjutkan, sudah didirikan sejak tahun 2002 silam. Akibatnya sampah pun tidak bisa tersaring akibat terhalang pagar, sehingga sampah akhirnya menumpuk.
Parahnya, pengembang melibatkan personel militer untuk menjaga pagar ini. Tuntutan ketiga yaitu seluruh jaringan pembuangan air yang ada di Purimas harusnya dibuang ke sungai utara atau kebun agung. Dilarang membuang sampah ke kampung yang menyebabkan banjir karena enam sungai sebagai saluran air telah ditutup dan diuruk.
Tuntutan keempat yakni gorong-gorong yang mengarah ke selatan Purimas atau sungai kecil Gunung Anyar harus ditutup secara permanen. Tuntutan kelima, hendaknya segala bentuk pembangunan yang ada di Purimas harus memiliki analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) serta mempertimbangkan dengan warga terkait mengenai semua dampak yang ditimbulkan.
Tuntutan terakhir yaitu warga menolak campur tangan militer dalam permasalahan rakyat yang ada di wilayah Gunung Anyar. Yang juga jadi masalah, kata Ali, sertifikat tanah yang diklaim Purimas merupakan ternyata tidak valid karena beralamatkan di Gunung Anyar Sawah, padahal yang benar adalah Gunung Anyar Tengah. Ali mengaku, pihaknya sudah menyampaikan seluruh tuntutan ini kepada lurah setempat.
“Memang lurah seolah-olah berpihak kepada warga tetapi pihak pengembang terus saja melakukan penutupan saluran sungai dan membangun pagar beton,” katanya.