REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Saksi kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten atas terdakwa Ratu Atut Chosiyah, Amir Hamzah mengatakan permintaan uang untuk menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) AKil Mochtar selalu berubah-ubah.
Dikatakannya, permintaan Akil yang disampaikan pengacaranya saat mengurus sengketa Susi Tur Andayani awalnya ada di angka Rp 1 miliar. Jumlah tersebut kemudian berubah menjadi Rp 2 miliar, lalu ke Rp 3 miliar, sebelum akhirnya kembali menjadi Rp 1 miliar.
"Dia (Susi) sebut itu (jumlah uang) dengan kata 'kampung', 1 kampung, 2 kampung seterusnya," ujar Amir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Selasa (20/5).
Amir mengatakan, permintaan Susi terkait uang itu bermula pada 26 September 2013. Melalui sambungan telpon, Susi meminta Amir untuk menyiapkan uang agar sengketa yang diajukan dimenangkan di MK.
Atas permintaan ini, Amir sempat menolak, namun Susi terus memaksa dengan mengatakan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk memenangkan sengketa. "Jika tidak nanti lawan yang akan masuk dan melakukan hal serupa (menyuap) itu kata dia (Suis)," ujar Amir.
Dari sanalah, ia melanjutkan, ia mulai melakaukan pembahasan dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, terdakwa lain dalam kasus ini untuk menyiapkan permintaan Akil. Disebut pula, Atut ikut mengetahui persiapan Wawan dan Amir dalam mencari 'modal' untuk menyuap Akil ini.
Dalam sidang sebelumnya, Susi menegaskan tarif untuk menyuap Akil adalah sebesar Rp 3 miliar per satu perkara. Namun Akil sempat membantah dengan menyebut jumlah itu ialah untuk tiga perkara, sehingga masing-masing biaya untuk memenangakn sengketa dihargainya Rp 1 miliar.