REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi antara pasangan suami istri semestinya jangan sampai disaksikan oleh anak-anak Anda, sebab ini akan menimbulkan dampak emosional yang negatif pada anak. Demikian hasil penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Psychology of Violence.
Penelitian ini meneliti 517 anak dengan rincian 75 persen menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga antara kedua orang tuanya, 21 persen mendengarkannya, dan tiga persen menyaksikan luka fisik yang ditimbulkan dari kekerasan tersebut.
Sherry Hamby, profesor riset psikologi di Sewanee, The University of the South mengatakan kekerasan dalam keluarga pastinya pernah dialami semua lapisan masyarakat dan memiliki dampak serius pada anak.
"Orang tua adalah tokoh besar dalam kehidupan seorang anak. Jika orang tuanya terancam, maka anaknya juga terancam. Anak-anak khawatir jika orang tua mereka dalam bahaya, maka siapa lagi yang akan mengurus mereka?" ujar Hamby, dilansir dari Easy Good Health, Selasa (20/5).
Anak-anak yang menyaksikan orang tua mereka bertindak keras dan fisik mengalami ketakutan dan kecemasan terbanyak dalam studi ini. Lebih dari separuh mereka mengatakan takut jika melihat seseorang terluka parah dan hampir 20 persen mengatakan kekerasan adalah salah satu hal paling menakutkan yang mereka alami.
Berdasarkan ras dan etnis, sebanyak 53 persen dari insiden kekerasan dalam rumah tangga di Amerika terjadi di kalangan kulit putih, 20 persennya di kalangan kulit hitam, 16 persennya kalangan hispanik, dan 11 persennya ras lain. Pria menyumbang 75 persen sebagai pihak yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Hamby mencatat bahwa anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga membuat mereka mengalami peningkatan risiko sejumlah penyakit. Penyakit itu adalah penyakit gelisah, depresi, mimpi buruk, masalah sekolah, hingga trauma.