REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terungkapnya kembali kasus penggunaan daging celeng (babi hutan) di sebuah kedai bakso di Jakarta, menimbulkan keresahan di masyarakat. Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia tak terkejut mendengar informasi itu.
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan, penggunaan daging celeng sebagai bahan pangan di kalangan konsumen sudah sering terjadi. "Ya, jadi, kalau memang daging celeng itu ditujukan untuk pakan hewan di kebun binatang, harusnya ada batas aturannya. Bukan begitu saja," kata dia kepada Republika, Sabtu (17/5).
Lukmanul mengatakan, jika tak ada aturan pembatasan suplai, maka dikhawatirkan peluang penyalahgunaan daging celeng ke dalam bahan pangan akan semakin besar. Apalagi, hal ini sangat tidak menutup kemungkinan terus berjalannya praktik yang dilakukan pihak-pihak nakal yang menginginkan keuntungan.
Untuk meminimalisasi penyalahgunaan daging celeng di kedai bakso lainnya, LPPOM MUI pun sudah melakukan sertifikasi terhadap sejumlah pedagang. Pihaknya juga telah melakukan imbauan kepada Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso, yang memiliki sertifikasi halal. "Hanya saja dalam pengawasannya, masih ada juga pedagang-pedagang yang tak bergabung," ujar Lukmanul.