REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), untuk mengakhiri kegiatan prostitusi di lokalisasi Dolly pada tanggal 19 Juni 2014 mendatang mendapatkan dukungan positif dari 58 organisasi massa (ormas) Islam di Jatim, Rabu (14/5).
Sebanyak 58 ormas Islam yang diantaranya terdiri dari Muhammadiyah Jawa Timur (Jatim), Hidayatullah Jatim, Perhimpunan Al Irsyad Jatim, Dewan Masjid Indonesia Jatim, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jatim, hingga Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jatim yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur dan berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim mengunjungi Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini di ruang kerjanya di balai kota. Ormas Islam tersebut menyampaikan pernyataan sikap dukungan menutup Dolly.
Koordinator GUIB Jatim, Abdurrachman Azis mengatakan, pihaknya sengaja bertemu Risma untuk memberikan dukungan moril kepada walikota terkait rencana penutupan Dolly. Dukungan itu diwujudkan dalam enam butir pernyataan sikap GUIB Jatim yang dibacakan di hadapan walikota.
Enam butir pernyataan itu diantaranya mendukung sepenuhnya kebijakan Pemkot Surabaya untuk menutup lokalisasi Dolly tanggal 19 Juni 2014 sebagaimana tertuang dalam kesepakatan dengan Gubernur Jatim. Selain itu, pihaknya mengutuk dengan keras atas tindakan pihak tertentu yang membonceng isu penolakan penutupan tempat-tempat prostitusi di Surabaya khususnya Dolly untuk kepentingan politis-pragmatis jangka pendek dengan mengatasnamakan masyarakat terdampak.
“Intinya, kami mendukung Risma untuk menutup tempat-tempat prostitusi sebelum bulan Ramadhan 2014,” ujarnya, Rabu.
Meski mendukung, pihaknya juga menegaskan tidak akan melangkahi rencana pemkot Surabaya dengan menutup paksa Dolly. GUIB ingin penutupan Dolly berlangsung tanpa gejolak dan damai. Sementara itu, Sekretaris GUIB Jatim, Mochamad Yunus menambahkan, selain menyatakan dukungan kepada Risma, pihaknya juga akan menggelar beberapa spanduk yang isinya dukungan terhadap penutupan Dolly di berbagai titik kota Surabaya.
“Spanduk-spanduk tersebut akan menyatakan dukungan penutupan lokalisasi dari berbagai sudut pandang. Misalnya demi kepentingan perlindungan anak, penataan kota, dan lain sebagainya sesuai kreasi masing-masing,” ujarnya.
Sementara itu, Risma menegaskan bahwa rencana penutupan lokalisasi Dolly bukan didasari karena emosi. Tetapi demi masa depan anak-anak di sana dan juga untuk mengangkat derajat warga di sekitar lokalisasi. Menurutnya, Pemkot sudah melakukan pendekatan kepada warga di sekitar lokalisasi Dolly sejak 2010. Pendekatan dilakukan bukan hanya menangani PSK atau mucikari saja, tetapi juga warga di sekitar lokalisasi.
“Saya ingin ekonomi mereka bangkit dengan usaha yang diridhai Allah. Insya Allah bisa, meski memang butuh waktu,” ujarnya.
Terkait masih adanya warga disekitar lokalisasi yang belum siap dengan rencana penutupan Dolly, Risma mengaku sudah memiliki strategi untuk meyakinkan warga. Menurutnya, untuk mendekati warga, tidak bisa dilakukan dengan menggelar rapat-rapat di kelurahan. Sebab, cara itu tidak akan berhasil. Tetapi harus didekati secara personal dan ditanya apa keinginan mereka.
“Kita masih mendata dan saya kira waktunya masih kekejar. Ini ada yang anaknya ingin jadi Linmas, ada yang ingin usaha pencucian pakaian (laundry) atau buka salon dan kami fasilitasi,” ujarnya.