Rabu 14 May 2014 10:56 WIB

Capres Boleh Punya Utang, Asal...

Petugas Bawaslu Jabar memperlihatkan bunga dan stiker sebagai bentuk sosialisasi pemilu bersih di Jalan Surapati, Bandung, Kamis(27/3).  (foto: Septianjar Muharam)
Foto: Septianjar Muharam
Petugas Bawaslu Jabar memperlihatkan bunga dan stiker sebagai bentuk sosialisasi pemilu bersih di Jalan Surapati, Bandung, Kamis(27/3). (foto: Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Anton Bawono menilai, tak masalah jika ada capres yang masih memiliki utang. Asal, oritentasinya memang untuk investasi yang menguntungkan.  

"Jika seseorang memiliki utang yang oreantasinya untuk investasi atau bisnis mau pun konsumsi, baik individu atau rumah tangga, akan menguntungkan makroekonomi," ujarnya, Rabu (14/5).

Anton berpendapat, perilaku konsumsi dan investasi dalam perspektif makroekonomi memiliki efek yang akan menggerakkan roda perekonomian. Pebisnis yang menggunakan dana utang untuk investasi industri tertentu akan menguntungkan banyak pihak. Khususnya industri padat karya.

Efeknya antara lain, banyak tenaga kerja terserap. Kemudian pemilik sumber daya lain juga akan ikut menikmatinya. "Daya beli masyarakat akan meningkat dan ini akan menggairahkan investasi yang lain," jelasnya. 

Doktor ekonomi IAIN Solo, R Lukman Fauroni menilai, utang yang digunakan untuk usaha dapat dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi. "Pada prinsipnya, hutang merupakan indikator yang cukup penting untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang dapat menciptakan keuntungan bersama," katanya.

Bank sebagai peberi pinjaman pun, katanya, telah memiliki penilaian yang khusus terhadap dunia usaha. "Semakin besar pinjaman yang diberikan bank untuk pengembangan usaha itu artinya semakin dipercaya bonafiditas perusahaan tersebut," tegasnya.

Lukman juga mengingatkan, pilpres yang terpenting dalam dunia usaha bukan soal utang. Melainkan kemandirian bangsa. "Yang lebih penting dikedepankan adalah prinsip jati diri untuk kemandirian bangsa. Bukan hobi menjual aset bangsa. Kesehatan suatu perusahatan dinilai dari produktivitasnya bukan dari besarnya hutang," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement