REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DI Yogyakarta menyita uang sebanyak Rp 2 miliar dari beberapa bank di Yogyakarta, Senin (12/5).
Uang sebesar itu merupakan milik Yayasan Fakultas Pertanian UGM (Fapertagama). Penyitaan uang itu dilakukan setelah Kejati mengendus adanya indikasi korupsi dalam penjualan aset milik UGM oleh yayasan tersebut.
Kasie Penerangan Hukum Kejati DI Yogyakarta, Purwanta Sudarmaji mengatakan, uang sebanyak itu disita dari sejumlah bank di DIY. "Bentuknya ada yang dalam deposito ada yang dalam bentuk tabungan," katanya, Senin (12/5).
Selain menyita uang Rp 2 miliar, peyidik juga telah memanggil dan memeriksa 20 orang sebagai saksi terkait kasus itu. Mereka yang sudah diperiksa adalah Pemerintah Desa Banguntapan, Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Bantul, pengurus Yayasan Fapertagama, pejabat bagian aset UGM dan beberapa pejabat lainnya.
“Penyidik belum menetapkan tersangka. Penyidik masih mencari siapa yang bertanggung jawab atas perkara ini,”katanya.
Kasus indikasi korupsi penjualan aset UGM ini mulai diselidiki Kejati DIY sejak dua bulan terakhir. Tanah milik UGM seluas 4.000 meter persegi di Dusun Plumbon, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul dijual oleh pihak yayasan ke pengembang. Dari penyelidikan terungkap, tanah itu dijual ke pengembang secara berkala mulai 2003 hingga 2007.
Aset milik UGM ini dijual oleh Yayasan Fapertagama kepada pengembang senilai Rp 1,2 miliar. Nominal itu sesuai laporan yang disampaikan ke kantor pajak. Padahal dalam kuitansi pembayaran disebutkan nilai jualnya lebih dari Rp 2 miliar. Penjualan aset
Dari informasi yang dihimpun, lahan itu awalnya dibeli oleh panitia pembangunan gedung UGM pada 1963 dengan harga Rp 1,5 juta. Selanjutnya pada tahun 2000, aset itu dikuasai oleh yayasan yang pengurus dan anggotanya terdiri atas para dosen Fakultas Pertanian UGM.
Menurut Purwanta, sebagian uang tunai yang disita merupakan hasil penjualan tanah milik UGM yang berada di Dusun Plumbon tersebut. Sementara sebagian uang hasil penjualan telah digunakan untuk membeli tanah di Desa Wukirsari, Cangkringan dan dibagi-bagi antar pengurus yayasan.
“Selain uang tunai, penyidik juga menyita barang bukti berupa dokumen penjualan tanah dari yayasan, dokumen status kepemilikan tanah dari UGM dan kelurahan,” katanya.
Demi keamanan dan kelancaran penyidikan, tim penyidik menitipkan uang tunai Rp 2 miliar tersebut kepada bank milik pemerintah di Jogjakarta. Karena statusnya titip maka manajemen bank dilarang menggunakan dan memanfaatkan uang tunai Rp 2 miliar itu untuk kegiatan perbankan.