REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat pendidikan dari Universitas Udayana Denpasar, Dr Putu Rumawan Salain menilai, keterlibatan polisi dalam menjaga naskah soal ujian nasional berlebihan.
"Penjagaan memang diperlukan, namun kesan yang muncul dengan adanya keterlibatan pihak kepolisian pelaksanaan UN terkesan gawat," katanya di Denpasar, Ahad (11/5).
Terkait peristiwa siswa SMP di Kabupaten Tabanan yang bunuh diri karena merasa tertekan saat mengerjakan soal UN Matematika, dia menyatakan pelaksanaan UN tidak bisa sepenuhnya disalahkan. "Saya kira bukan hanya UN yang memberika tekanan tapi pasti ada permasalahan lain.? Dalam pelaksanaan UN yang sekarang standar kelulusan dibantu oleh nilai ujian sekolah dan tidak sepenuhnya diambil dari nilai UN sebetulnya meringankan siswa," ujar dia.
Untuk UN 2014, dia menilai secara umum sudah berjalan dengan baik karena tidak adanya keterlambatan soal, namun sangat disayangkan masih adanya kunci jawaban soal di tengah-tengah pelaksanaan UN SMP. "Perlu adanya evaluasi pada percetakan soal UN dan proses pendistribusian serta kelompok belajar karena di sana lah rentannya terjadi kebocoran jawaban," ucap Putu.
Anggota Dewan Pendidikan Kota Denpasar mengaku setuju UN dijadikan acuan dalam standar pelaksanaan pendidikan dari Sabang hingga Merauke. "Kemampuan seseorang berbeda-beda, jangan hanya dinilai dari satu aspek saja yaitu UN," ujarnya.
Dia menerangkan, jika dikembalikan dalam sistem wajib belajar sembilan atau 12 tahun, seharusnya tidak ada? siswa yang tak naik kelas karena ujian. "Karena sistem pendidikan kita melihat nilai adalah segalanya, namun kurang memperhatikan pendidikan moral dan etika," kata Putu.