REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Matriks Indonesia Agus Sudibyo mengatakan determinasi uang dan praktik kongkalikong manipulasi suara pada penyelenggaraan pemilu legislatif (Pileg) 2014 adalah paling 'brutal' karena banyaknya indikasi politik uang yang beredar.
"Kalau dari sisi determinasi uang itu pemilu legislatif tahun ini yang paling brutal dibandingkan pemilu yang sudah dilakukan karena determinasi uang itu menjadi luar biasa," ujar Agus Sudibyo dalam diskusi "Menyikapi Penyelenggaraan (Rekapitulasi dan Penetapan) Pemilu 9 April 2014 di DPD RI, Jakarta, Jumat (9/5).
Menurut dia, ongkos Pileg 2014 menjadi mahal karena adanya politik uang yang merajalela sehingga dalam Pemilu kali ini ada hubungan antara penjual dan pembeli.
"Kita menghadapi situasi seperti ini dan kita khawatirkan akan ada transaksi perundang-undangan yang dihasilkan dari Pemilu yang terdapat politik uang," kata dia.
Ia mengutarakan untuk menjadi anggota DPR RI itu para caleg harus mengeluarkan dana minimal senilai Rp 3,5 miliar. "Dana tersebut digunakan untuk biaya operasional kampanye seperti baliho, spanduk, tim sukses, survei maupun iklan di media massa," ujar dia.
Karena itu, lanjutnya, para wakil rakyat yang akan duduk di parlemen tidak terikat dan tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat sehingga akan ada jual beli perundang-undangan atau transaksional pasal.
"Jual beli pasal perundang-undangan akan semakin parah, proses perumusan kebijakan dan pelaksanaannya dilandasi oleh logika jual beli," ujar dia.
Bahkan, ia mengatakan, DPR dalam lima tahun ke depan terkait proses kebijakan dan pengelolaan sumber daya publik jangan-jangan akan dilakukan proses jual beli itu tadi.