Jumat 09 May 2014 03:40 WIB

Presiden Baru Ditantang Selesaikan Isu Ekstradisi

Sejumlah mahasiswa menggelar aksi terkait Pemilu 2014 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (29/4).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Sejumlah mahasiswa menggelar aksi terkait Pemilu 2014 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden baru yang terpilih nanti diharapkan mampu menuntaskan kasus lama. Seperti korupsi penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara ribuan triliun rupiah. 

"Kasus BLBI memang salah satu kasus yang harus dituntaskan oleh presiden terpilih nanti," kata dosen ilmu politik Universitas Nasional, Firdaus Syam.

Penuntasan kasus itu, kata dia, akan memungkinkan pengembalian aset Indonesia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan buronan BLBI yang diduga banyak berdomisili di Singapura bisa diekstradisi. 

Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha mengamini menambahkan, ekstradisi menjadi masalah penting ke depan. Karena perjanjian yang sudah ditandatangani pemerintah Indonesia dengan Singapura sejak 2007 hingga saat ini belum bisa diterapkan. 

DPR menolak isi perjanjian ekstradisi lantaran dianggap merugikan Indonesia. Karena Singapura menggabungkan ketentuan ekstradisi dalam kerja sama pertahanan (Defence Coorporation Agreement/DCA) bagi kedua negara. 

"Singapura selama ini tidak serius. Tidak proaktif sehingga pembicaraan itu tidak tercapai. Kita meminta agar perjanjian itu tanpa syarat, termasuk syarat latihan perang di perairan laut di Indonesia. Sebab jika itu disepakti akan melanggar kedaulatan Indonesia. Kita jadi sulit memprediksi ancaman Singapura. Apalagi negara kita ini negara kepulauan," jelasnya.  

Syaifullah mengatakan, sudah membicarakan hal itu di Asean Summit di Brunei Darussalam. Perjanjian ekstradisi diharapkan bisa memperlancar kerja sama antara negara Asean. 

"Tapi itu terhambat karena tidak ada niat baik dari Singapura," tegas politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. 

Selama ini, kata dia, banyak koruptor yang sulit diburu dan menyembunyikan hartanya di Singapura. Itu diperparah dengan Singapura yang terkesan sengaja memberi keleluasaan koruptor untuk bebas menyimpan uangnya.  

"Kita punya kepentingan agar uang para pengusaha ekspor-impor itu bisa disimpan di Indonesia bukan di negara lain," tutupnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement