Senin 05 May 2014 20:42 WIB

Perusahaan Perkebunan Agro Bukit Dilaporkan ke KPK

Kebun kelapa sawit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kebun kelapa sawit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Lembaga Swadaya Masyarakat Balanga, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah melaporkan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Agro Bukit ke Komisi Pemberantasan Korupsi dengan tuduhan telah merugikan Negara.

"Berkas kasus PT Agro Bukit sudah kami serahkan langsung ke KPK, dan pihak KPK berjanji akan segera mengusut," kata Ketua Umum LSM Balanga, Gahara kepada wartawan di Sampit, Senin.

Salah satu pelanggaran PT Agro Bukit yang dilaporkan ke KPK adalah dengan menggarap Hutan Produksi (HP) seluas 5.448,98 hektare dijadikan perkebunan kelapa sawit, sehingga mengakibatkan kerugian Negara hingga miliaran rupiah.

Sesuai hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 lalu. PT Agro Bukit resmi memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) sejak 29 April 2005, berdasarkan Surat Bupati Kotim No.525.26/222.IV/EKBANG/2005, yakni dengan areal seluas 13.930 hektare.

Sementara sesuai peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Propinsi Kalteng menyatakan, bahwa seluruh areal yang memiliki izin usaha perkebunan (IUP) masuk kawasan Hutan Produksi (HP).

Berdasarkan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng, areal PT Agro Bukit meliputi 7.726,96 hektare Kawasan Hutan untuk Kepentingan Perkebunan (KPP), 1.024,24 hektare masuk dalam Kawasan Pemukiman dan Pengembangan Lainnya (KPPL), dan seluas 5.448,98 hektare masuk dalam kawasan Hutan Produksi (HP).

Dalam temuan BPK itu mencantumkan bahwa PT Agro Bukit tidak pernah mengajukan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPHK) ke Kementrian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut), terhitung sejak 2005 hingga 2009.

Menurut Gahara, pihak BPK juga menemukan bahwa PT Agro Bukit sudah melakukan penanaman sawit di areal seluas 13.500 hektare, padahal areal tersebut belum dilengkapi dengan IPKH.

Dengan memegang surat keputusan Bupati Kotim No.522.21/247/EKBANG, Tanggal 12 Juni 2013, di areal itu telah diterbitkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Dimana PT Agro Bukit memiliki IPK di dua buah arealnya. Pada areal seluas 2000 hektare, dengan potensi kayu 79.960 meter kubik, dengan nominal Rp21.439.670.600.

Sedangkan di areal kedua, seluas 1.087 hektare, potensi kayunya sebesar 54.222,48 meter kubik dengan nominal Rp13.102.039.600. Ditambah dana Perkembangan Penerimaan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp1.041.217.784 dan Dana Reboisasi (DR) sebesar U$D 150,663.61. Artinya kerugian negara yang ditanggung, mencapai Rp37 miliar lebih.

"Dari pelanggaran itulah gambaran kerugian yang dialami oleh negara. PT Agro Bukit selain menggarap lahan tanpa memegang IPKH, mereka juga sudah menjarah ratusan meter kubik kayu. Di mana PT Agro Bukit memiliki IPK di atas lahan yang tidak memiliki IPKH," katanya.

Ia juga mengatakan jika dalam dua pekan ke depan kasus yang telah dilaporkan ke KPK tersebut belum ada tanggapan, maka dia akan mendatangi lagi KPK ke Jakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement