REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda mengatakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Sukabumi, Emon tidak mengalami gangguan kejiwaan. Pelaku yang menyodomi anak mencapai 73 orang anak ini mengalami penyimpangan seksual.
"Berdasarkan hasil psikologi kita, dia tidak mengalami gangguan jiwa tetapi penyimpangan seksual," ujar Erlinda kepada wartawan di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/5).
Ia menuturkan, pelaku Emon merupakan sosok yang bukan seperti manusia. Saat ditanyai apakah dirinya menyesal, Emon malah cengar-cengir. Seorang Emon harus diwaspadai karena (ia) pintar berakting serta terlihat bodoh padahal dia cukup cerdas. "Seorang Emon disayangkan pintar menutupi," katanya.
Menurut dia, Emon mengalami gangguan perilaku penyimpangan seksual dari usia kecil sejak umur 7 tahun. Dia mendapatkan fantasi dengan melihat gambar porno. Dalam melakukan aksinya, Erlinda mengatakan Emon mengimingi anak-anak dengan uang Rp 25 ribu sampai Rp 50 ribu.
Jika anak tidak mau, Emon melakukan ancaman dan tindakan kasar. "Saya bunuh kamu atau dicemplungin ke sungai," ujarnya menuturkan gaya bicara Emon.
Ia menambahkan tahun 2009, ada korban Emon yang mendapatkan kekerasan seksual. Jika ia mengatakan melakukan pelecehan seksual tahun 2013, itu hal bohong. Menurutnya, pihaknya bertanggung jawa dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak.
Pihaknya meminta lembaga terkait untuk segera menangani kasus di Sukabumi. Serta beberapa lembaga sudah datang. "Kami membuat tim darurat. Sisi medis dan ada pendampingan psikologi," katanya.
Ditemui secara terpisah, Ketua KPAI, Asruron Niam mengatakan maraknya kasus kekerasan terhadap anak membelalakan kesadaran kolektif secara bersama untuk melakukan satu hal yang radikal dan progresif. Ada langkah besar yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam perlindungan anak dan menjamin pemenuhan hak anak. "Ini masuk tingkat darurat," tegasnya.