REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak menilai sikap calon Presiden PDIP Joko Widodo yang enggan menghapus sistem "outsourcing" lebih mementingkan pengusaha yang memodali kampanyenya dibandingkan buruh.
"Apa mungkin Jokowi melawan para majikan yang memberi support finansial besar ini, termasuk mereka yang menyewakan pesawat untuk kampanye? Bagi Jokowi, dukungan para pemodal ini penting untuk memenangi pilpres," ujar Zaki Mubarak di Jakarta, Sabtu.
Sistem kerja kontrak berlaku sesuai UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lahir pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI Perjuangan). Sistem tersebut menyengsarakan kehidupan kaum buruh hingga saat ini.
Menurut dia, keengganan penghapusan sistem kerja kontrak (outsourcing), sejalan dengan kepentingan pengusaha yang memodali saat kampanye Pileg maupun Pilpres mendatang.
Padahal, lanjutnya, buruh dan kelompok "wong cilik" inilah yang menjadi konstituen PDI Perjuangan.
"Tapi ironisnya Jokowi justru menjadi pembela outsourcing yang menindas buruh," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992, Sunarti berpendapat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo belum menyelesaikan persoalan buruh di Ibukota karena tuntutan kenaikan upah dari Rp1,5 juta menjadi Rp2,2 juta belum diikuti oleh sebagian besar perusahaan.
"Percuma Jokowi (jadi presiden), dulu pas kita tuntut dari Rp1,5 menjadi Rp2,2 juta, dia menyepakatinya, tapi aturan tersebut tidak diikuti oleh perusahaan dan dilakukan penangguhan, namun hingga saat ini mana?," ujar Sunarti di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kebijakan Gubernur DKI Jakarta tersebut terhadap buruh sama saja dengan pendahulunya karena melupakan janji yang dulu diucapkan.