REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 menilai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, belum menyelesaikan persoalan buruh di Ibu Kota karena tuntutan kenaikan upah dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,2 juta belum diikuti oleh sebagian besar perusahaan.
"Percuma Jokowi (jadi presiden), dulu pas kami tuntut dari Rp 1,5 menjadi Rp 2,2 juta, dia menyepakatinya. Akan tetapi, aturan tersebut tidak diikuti oleh perusahaaan dan dilakukan penangguhan. Hingga saat ini mana?" kata Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992, Sunarti, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, kebijakan Gubernur DKI Jakarta tersebut terhadap buruh sama saja dengan pendahulunya karena melupakan janji yang dulu diucapkan.
"Bagi saya Jokowi sama juga dengan gubernur sebelumnya, bedanya apa? Jangan merasa hebat lalu dalam pelaksanaannya nihil," ujar dia.
Terkait dengan calon presiden selain Jokowi, dia mengaku belum ada yang capres ideal yang dipilih secara pribadi maupun organisasi.
Karena baginya, para capres setelah menduduki jabatan sebagai presiden lupa untuk melaksanakan janji terkait dengan kesejahteraan buruh.
Pada Kamis (1/5), ribuan buruh dari wilayah Jabodetabek melakukan aksi demo sehingga membuat arus lalu lintas di beberapa ruas jalan protokol terpaksa dialihkan ke jalan lain.
Dalam kesempatan tersebut, mereka menuntut agar sistem kerja kontrak dihapuskan. Mereka menolak upah murah dan menuntut jaminan sosial bagi kaum buruh.