Selasa 29 Apr 2014 13:03 WIB

KPK Periksa Mantan Kepala BIN Dalam Kasus TPPU Anas

Hendropriyono
Foto: Antara/Regina Safri
Hendropriyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Hendropriyono terkait dengan penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Iya saya diperiksa," kata Hendropriyono yang menjabat sebagai Kepala BIN periode 2001-2004 saat tiba di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengonfirmasi bahwa Hendropriyono diperiksa dalam penyidikan perkara TPPU Anas Urbaningrum. "Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka AU (Anas Urbaningrum)," katanya.

Pada kesempatan sebelumnya, KPK sudah memeriksa petinggi BIN lain dalam kasus itu, yaitu mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali. Setelah diperiksa, As'ad mengaku bahwa BIN pada Mei 2003 pernah membeli kamus Arab-Indonesia-Inggris terbitan Pondok Pesantren Krapyak.

Pimpinan pondok pesantren tersebut adalah Kiai Haji Attabik Ali yang merupakan mertua Anas. "Mei tahun 2003, dinas membeli membantu pesantren-pesantren, kamus lengkap, Inggris-Arab- Indonesia, ada empat set, tapi harganya lupa, jumlahnya juga saya lupa. Itu untuk diberikan ke pesantren-pesantren," kata As'ad pada Kamis (25/4).

As'ad pun mengaku tidak punya hubungan pribadi dengan Anas. "Saya beli kamus karangan Krapyak, terbitan Krapyak, kamusnya saya bagikan. Uangnya masuk ke sana, untuk apa kita gak ngerti," katanya.

Terkait dengan kasus TPPU, KPK sudah menyita tiga bidang tanah di Desa Panggungharjo, Bantul,

Yogyakarta, atas nama ipar Anas, Dina Zad, selanjutnya menyita dua bidang tanah di Kelurahan Mantrijero, Yogyakarta seluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi atas nama mertua Anas, Attabik Ali, dan rumah Anas di Jalan Selat Makassar dan Jalan Teluk Langsa C9/22 di Duren Sawit Jakarta Timur yang juga diatasnamakan Atabik Ali.

Anas disangka melakukan TPPU sejak 5 Maret lalu dengan sangkaan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.

Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut, adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Pengenaan pasal tersebut memberikan kewenangan KPK untuk menyita harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Selain itu, Anas juga diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

KPK menyangka Anas berdasarkan Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Anas dalam surat dakwaan mantan Menpora Andi Mallarangeng mendapat Rp2,21 miliar saat masih menjabat sebagai anggota DPR untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat pada 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement