REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Sebanyak 30 hutan adat yang tersebar di empat kabupaten di Provinsi Jambi belum sepenuhnya diperkuat dengan peraturan daerah.
Ke-30 hutan adat yang belum diperkuat legalitasnya melaui Perda itu di antaranya terdapat di tiga kabupaten di Provinsi Jambi, kata Direktur KKI Warsi Diky Kurniawan di Jambi, Senin.
Hutan adat itu antara lain berada di Kabupaten Sarolangun, Bungo, dan delapan hutan adat yang terdapat di Kabupaten Merangin.
Dari banyak hutan adat yang ada di Jambi, baru Kerinci yang berkomitmen untuk mengeluarkan peraturan daerah terkait dengan sembilan hutan adatnya.
Tetapi itu juga masih tercantum dalam Perda RTRW, belum ada Perda pengakuan hukum adat.
Sebagian hutan adat di Bungo yang sudah memiliki perda khusus untuk hutan adatnya. Pengakuan masyarakat adat ini juga menjadi benteng bagi masyarakat adat untuk menjaga kawasan kelolanya.
Melalui peraturan daerah maka dapat menghadang laju eksploitasi terhadap kawasan kelola masyarakat.
Padahal yang tertuang dalam keputusan yang menyebutkan hutan adat, bukan hutan negara dan perda ini diperlukan dalam pengakuan masyarakat adat dan pengakuan hak kelola masyarakat adat dan sementara ini hutan adat yang ada hanya dilegalkan dengan SK Bupati setempat.
Senada dengan itu, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mene4gaskan, pemerintah daerah harus segera membentuk Perda untuk memperkuat hak kelola masyarakat.
"Harus segera diperhatikan hak kelola hutan adatnya dan diterbitkan melalui Perda sehingga jika ada izin-izin tambang, perkebunan bisa dihadang," katanya.
Selain Perda, dukungan pemerintah daerah juga diperlukan dalam pengelolaan hutan adat yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat.
Upaya yang dilakukan masyarakat dalam menjaga hutan selama ini mampu mempertahankan kawasan hutan dan juga memberikan manfaat langsung.
Saat ini masyarakat yang berkomitmen menjaga hutannya mampu mempertahankan daerah tangkapan air yang digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga mikro hidro dan pembangkit listrik tenaga kincir air.
Sementara itu Usman Ali, Ketua Pengelola Hutan Adat Rantau Kermas mengaku sejak tahun 2000 sudah mendapatkan SK hak kelola namun sampai saat ini perhatian pemerintah masih sangat kurang.
"Kita membutuhkan adanya program-program yang bisa dikerja samakan antara kami dan pemerintah, seperti adanya kegiatan penanaman pohon dan wisata alam," kata Usman.
Semua itu membutuhkan dukungan dari pemerintah dan perjuangan hak kelola masyarakat ini masih belum berakhir dan menggantungnya beberapa usulan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan berbagai mekanisme seperti hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanam rakyat juga menjadi cerminan masih lemahnya dukungan pemerintah.
Setidaknya ada sepuluh hutan desa yang masih belum mendapatkan kejelasan dan ada tujuh usulan desa di Tanjung Jabung Timur dan tiga usulan di Sarolangun yang saat ini masih belum ada kejelasan.