REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta pemerintah setempat kembali menggelorakan "gerakan konsumsi pangan lokal" dalam rangka ketahanan pangan.
Anggota DPRD Gunung Kidul dari Fraksi Golkar Slamet Harjo di Gunung Kidul, Senin, mengatakan ketahanan pangan adalah salah satu urusan wajib dan harus menjadi prioritas pembangunan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.
"Gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009," kata Slamet.
Ia mengatakan Surat Edaran Nomor 521/0843 pada 13 Maret 2013 tentang Gerakan Konsumsi Pangan Lokal belum berjalan efektif. Surat edaran tersebut, Bupati Gunung Kidul Badingah selaku ketua dewan ketahanan pangan mengintruksikan kepada seluruh TNI, Polri dan tokoh masyarakat melakukan gerakan mengkonsumsi pangan lokal antara lain mie mocaf, tiwul instan yang diproduksi oleh kelompok tani dan kelompok usaha kecil di wilayah ini.
"Pangan lokal ini sebagai pangan alternatif pengganti nasi beras atau terigu," kata dia.
Surat edaran tersebut, lanjut Slamet, bupati menganjurkan penggunaan produk pangan lokal sebagai hidangan pada setiap hajatan, dan kegiatan rapat, serta dalam kehidupan sehari-hari.
"Tidak kalah penting dari itu, kami meminta pemerintah memberikan perhatian kepada pengusaha kecil pangan lokal seperti pemberian alat produksi agar lebih maksimal untuk mencapai swasembada pangan," katanya.
Bupati Gunung Kidul Badingah mengatakan pemerintah kabupaten melalui Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPKP) berupaya memelihara dan meningkatkan pencapaian ketersediaan pangan bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas pola konsumsi pangan.
"Bidang ketahanan pangan dilaksanakan dengan menetapkan lima program dan dijabarkan dalam 19 kegiatan dengan alokasi sebesar Rp1,9 miliar," kata Badingah.
Pada 2012, kata Badingah, produksi pangan di Gunung Kidul mengalami penurunan, namun dari sisi ketahanan pangan dengan asumsi jumlah penduduk 763.765 jiwa dan kebutuhan beras 105 kg kapita per tahun masih dikategorikan cukup berhasil karena jumlah produksi padi mencapai 289.520 ton.
"Padahal kebutuhan beras penduduk Gunung Kidul sebesar 80.195,325 ton beras. Artinya, di Gunung Kidul terjadi surplus lebih dari 200.000 ton beras," kata Badingah.