Jumat 25 Apr 2014 00:13 WIB

KPK Indikasikan Perbedaan Teknologi di Kasus e-KTP

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Bambang Widjojanto
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Bambang Widjojanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket e-KTP tahun anggaran 2011-2012 yang bernilai sekitar Rp 6 triliun. Karena itu, KPK menetapkan pejabat pembuat komitmen Sugiharto sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menegaskan dugaan korupsi dalam proyek yang diduga mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun. Ia mencontohkan mengenai penggunaan teknologi. 

"Teknologi yang dipakai sesuai proposal adalah iris technology, mata. Tapi kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan fingers (sidik jari). CPU-nya teknologi itu iris," kata dia, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/4).

Sebelumnya Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan sudah sempat berkonsultasi kepada KPK pada 2011 sebelum proyek itu berjalan. Gamawan pun menyatakan kementeriannya sudah mengikuti rekomendasi lembaga antirasuah itu, sehingga tak tahu ada di titik mana kesalahan terjadi.

Mengenai hal ini, Bambang mengatakan, akan tergambar nanti dalam surat dakwaan. "Itu pasti nanti akan dijawab dalam surat dakwaan," kata dia.

Bambang mengatakan, hasil penyelidikan sudah menemukan dua alat bukti yang cukup. Sehingga setelah dilakukan gelar perkara, KPK menetapkan Sugiharto sebagai tersangka. 

Direktur Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan itu diduga melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Mengenai dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut, KPK akan melakukan pengembangan dalam tahap penyidikan. Namun, penyidik saat ini akan terlebih dulu fokus pada tersangka Sugiharto. 

"KPK konsentrasi di PPK-nya. Bahwa nanti ada perkembangan macam-macam itu tergantung proses hasil pengembangan penyidikan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement