REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 18 tim dari perguruan tinggi di Jawa Timur mengikuti kompetisi antarperetas. Kompetisi mempertahankan sistem jaringan di dunia maya tersebut sebagai rangkaian saresehan Indonesia Creative Open Source Software (ICrOSS) di Surabaya, 23-23 April 2014.
"Ini sebagai ajang pembuktian bahwa peretas asal Tanah Air tidak sekadar meretas dan tentunya bertujuan positif," ujar Ketua Umum Association Open Source Indonesia (AOSI) Betti Alisjahbana, selaku penyelenggara kepada wartawan di Surabaya, Jatim, Kamis (24/4).
Dalam kompetisi tersebut, setiap tim terdiri dari lima orang yang bertugas membangun pertahanan sistem jaringan. Sementara panitia bertindak sebagai peretas yang berusaha membobol keamanan jaringan setiap tim peserta.
"Selama ini, kebanyakan peretas atau hacker mudah membobol situs jaringan dan sulit membuat sistem pertahanan," tuturnya.
Menurut dia, peretas asal Indonesia lebih sering membobol situs jaringan ketimbang membuat satu sistem pertahanan yang kuat. Karenanya, ia berharap adanya peningkatan kesadaran terhadap sistem pertahanan teknologi informasi.
Di bagian lain, Betti juga menegaskan bahwa AOSI sangat mendukung pemerintah untuk mengamankan database dan server penting dari serangan para peretas.
"Sekarang ini perang tidak lagi memerlukan senjata yang banyak, tapi hanya dengan menyerang server dan database resmi milik pemerintah atau perusahaan tertentu maka bisa terjadi perang di dunia maya yang berbasis internet," paparnya.
Karena itu, lanjut dia, perusahaan diharapkan mampu menahan dan mengamankan server miliknya kalau ada serangan dari orang lain.