Kamis 24 Apr 2014 07:16 WIB

PP IPIM Dorong Persatuan Parpol Islam

Rep: C57/ Muhammd Ibrahim Hamdani/ Red: Julkifli Marbun
Parpol/ilustrasi
Foto: antara
Parpol/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Ibrahim Hamdani

JAKARTA -- Umat Islam benar-benar mengharapkan partai-partai politik (parpol) Islam dan partai nasionalis berbasis massa Islam dapat bersatu dalam menghadapi pemilihan umum (pemilu) presiden Republik Indonesia (RI) 2014 mendatang.

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP) Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM), Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya'qub, menegaskan kondisi saat ini menjadi penyebab sulitnya parpol-parpol Islam bersatu.

"Parpol-parpol Islam sulit bersatu karena dua sebab utama, yakni perbedaan pemahaman dan perbedaan kepentingan. Apalagi paham politik Muktazillah telah mulai menyebar di kalangan umat Islam," tutur Kiai Ali saat dihubungi Republika, pada Sabtu pagi (19/4).

Ummat Islam benar-benar mengharapkan adanya persatuan parpol-parpol Islam, ujar Kiai Ali, namun sejarah Indonesia membuktikan persatuan atau koalisi itu sifatnya sementara saja.

Meskipun dalam teori dan prakteknya, papar Kiai Ali, koalisi parpol-parpol Islam itu sangat mungkin terwujud dan mampu memimpin pemerintahan. Namun, hal itu sulit diwujudkan saat ini, karena adanya perbedaan kepentingan dan pemahaman di antara parpol-parpol Islam itu sendiri.

 - Hadits Rasulullah tentang Pemimpin

"Sesuai hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Kelak kalian akan dipimpin oleh orang yang kalian sukai dan orang yang tidak kalian sukai". Kemudian sahabat Abu Hurairah RA bertanya: "Ya Rasulullah, bolehkah kami memakzulkan pemimpin yang kami tidak sukai?" Lalu Rasulullah bersabda: "Jangan, selama pemimpin itu sholat bersama kamu," jelas Kiai Ali

Menurut para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, ungkap Kiai Ali, berdasarkan hadits ini, disimpulkan pemimpin yang dimakzulkan di tengah masa jabatannya, padahal ia masih sholat bersama ummat Islam, maka pemimpin selanjutnya yang menggantikan lebih besar mudharat-nya daripada manfaatnya.

Pemahaman politik seperti ini, tutur Kiai Ali, dipegang teguh oleh ulama dan umat Islam yang berpaham Ahlussunnah Wal Jama'ah.

- Paham Muktazillah

Sebaliknya dengan pemahaman muktazillah, mereka memahami tentang "Pemimpin yang tidak disukai boleh dimakzulkan karena berbuat munkar".

Akibat perbedaan pemahaman politik ini, terang Kiai Ali, parpol-parpol Islam sulit bersatu di Indonesia. Kalaupun sepakat berkoalisi, pemahaman berbeda ini menyebabkan sifat koalisi atau persatuan hanya sementara saja.

Sejarah umat Islam sudah membuktikan hal itu, papar Kiai Ali, termasuk di Indonesia. Kita lihat saja peristiwa pemakzulan almarhum Presiden Soekarno, Soeharto dan Gus Dur. Kenyataannya, banyak mudharat yang dialami bangsa Indonesia pasca peristiwa pemakzulan itu.

- Perbedaan Kepentingan

Selain perbedaan pemahaman, tutur Kiai Ali, perbedaan kepentingan juga menjadi sebab utama sulitnya terwujud persatuan di antara parpol-parpol Islam.

Kalau kita tanyakan ke parpol-parpol itu, ujar Kiai Ali, terkait siapa figur calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung, setiap parpol tentu akan mengusung kader internalnya sendiri-sendiri.

"Mereka tidak memiliki figur capres - cawapres bersama yang akan diusung dalam pemilu presiden mendatang. Jadi, koalisi sulit dilakukan," papar Kiai Ali.

Jadi, pungkas Kiai Ali, tampaknya dalam pemilu presiden mendatang, pilihan capres - cawapres-nya adalah memilih di antara yang buruk dan yang paling buruk. Maka, sebaiknya umat Islam memilih pasangan capres -cawapres yang paling sedikit keburukannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement