Rabu 23 Apr 2014 19:14 WIB

Kemenkeu Tidak Berikan Bantuan Hukum Bagi Hadi Poernomo

Hadi Poernomo
Foto: Republika/Prayogi
Hadi Poernomo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan tidak akan memberikan bantuan hukum bagi mantan dirjen pajak yang juga mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, HP, terkait kasus keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Bank BCA tahun pajak 1999-2003.

"Kita memberikan bantuan hukum melihat kasusnya, kalau sudah tersangka tidak bisa diberikan bantuan hukum oleh Kemenkeu," kata Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Loho di Jakarta, Rabu.

Sonny mengatakan peraturan menyebutkan apabila penetapan tersangka sudah terjadi oleh penegak hukum, maka Kementerian Keuangan sulit memberikan bantuan hukum kepada pelaku yang dipastikan telah melakukan pelanggaran berdasarkan alat bukti.

"Kita menghargai penegak hukum yang sudah bilang tersangka, karena berarti sudah punya data yang memang bisa ditindaklanjuti. Selain itu, nanti dipikir uang negara buat membela aparat," katanya.

Sonny mengatakan Kementerian Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran hukum yang terkait dengan kasus pajak, terutama sejak 2010.

"Kita kerjasama dengan KPK dari dulu, dan telah menerima pengaduan. Tapi, kalau sudah memasuki level penyelidikan maupun penyidikan itu sudah KPK," katanya.

Sebelumnya, KPK menetapkan mantan dirjen pajak, HP, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam menerima seluruh keberatan wajib pajak atas SKPN PT Bank BCA tahun pajak 1999-2003.

Kasus yang menjerat HP adalah dugaan penyalahgunaan wewenang karena memberikan nota untuk menerima keberatan pajak penghasilan (PPh) badan Bank BCA 1999-2003 sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement